MEMBANGUN KARAKTER (CHARACTER BUILDING) ANAK USIA DINI MELALUI
BUDAYA SEKOLAH
Dalam pembukaan
Undang – Undang Dasar Republik Indonesia
tahun 1945 telah mengamanatkan Pancasaila sebagai dasar
negara Indonesia dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Salah satu misi yang
termuat dalam GBHN ( Garis – garis besar haluan negara) yaitu mewujudkan
sistem dan iklim
pendidikan yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia ,
kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas , sehat, berdisiplin dan
bertanggung jawab, berketrampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan
tekhnologi dalam rangka mengembalikan kualitas manusia Indonesia seutuhnya.
Pembangunan Nasional di bidang pendidikan merupakan upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman,
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, aktif, kreatif,
mandiri, demokratis, bertanggung jawab dalam mewujudkan masyarakat yang adil
makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan arti dari pendidikan itu
sendiri menurut ( UU SISDIKNAS
No.20 tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat, bangsa dan negara.
Memberikan pendidikan sejak usia dini kepada anak – anak berusia balita
adalah salah satu cara untuk membentuk karakter dan kepribadian anak untuk masa
yang akan datang. Anak – anak yang memiliki kecerdasan yang baik biasanya akan
memiliki karakter yang baik pula. Setiap orang tua pasti ingin anaknya kelak
dapat berguna dan memiliki masa depan yang baik. Masa depan yang baik akan bisa
tercapai jika anak diberikan pembelajaran tata krama dan juga kemandirian yang
tepat. Kebiasaan – kebiasaan yang baik akan membantu anak – anak untuk bisa
hidup dengan baik dan sehat. Berbagai macam cara akan dilakukan oleh orang tua
untuk bisa membimbing anaknya ke arah yang baik.salah satunya dengan memasukkan
anaknya ke sekolah atau lembaga pendidikan dini lain menjadi salah satu cara
para orang tua untuk membentuk karakter anaknya termasuk Instansi pendidikan TK
yang menjadi tujuan para orang tua.
Karena kelompok anak
usia dini merupakan kelompok yang sangat strategis dan efektif dalam pembinaan
karakter, hal ini harus menjadi kesadaran kolektif dari seluruh elemen bangsa
ini. Karena masalah pendidikan anak usia dini sampai saat ini masih banyak
menyisakan persoalan. Pertama, masih banyaknya kelompok anak usia dini yang
belum dapat mengakses pendidikan . Kedua, kurangnya pemahaman para guru akan
hakikat tujuan pendidikan nasional untuk membangun peserta didik menjadi
manusia holistik yang berkarakter. Sehingga dalam proses pembelajaran terlalu
menitikberatkan pada aspek kognitif. Padahal amanat Undang-Undang sudah
demikian jelas bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk (peserta
didik) menjadi manusia holistik yang berkarakter. Praktek seperti ini jelas
akan menghambat proses pembentukan karakter anak.
Ketiga, kurangnya wawasan guru tentang pendekatan dan
metode pendidikan karakter yang tepat dalam pembentukan karakter
anak usia dini. Padahal wawasan guru dalam berbagai pendekatan dan metode
tersebut sangat penting dalam implementasi pendidikan karakter. Akibat kurangnya
wawasan guru dalam hal model, pendekatan dan metode pembelajaran pendidikan
karakter di TK, maka proses pembelajaran akan menjadi pasif dan tidak
memberikan pengalaman kongkrit pada anak (Megawangi, 2011:61).
Keempat, kurang sinerginya antar sekolah,
keluarga dan masyarakat. Ketiga unsur tersebut harus saling mendukung untuk
peningkatan pembentukan karakter peserta didik. Akibat ketidaksinergian ini,
pembentukan karakter peserta didik
menjadi parsial, dan tidak holistik, akibatnya muncul gejala anak yang bersikap
baik di sekolah tetapi di luar sekolah berperilaku kurang baik. Atau sebaliknya
di rumah dalam lingkungan keluarga menunjukan sikap yang baik tetapi di luar
rumah tidak baik . Sikap inkonsistensi para anak didik ini salah satunya diakibatkan kurang
sinerginya antara pendidikan sekolah dan keluarga serta masyarakat.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD)
merupakan pendidikan yang sangat mendasar dan strategis dalam pembangunan
sumber daya manusia (SDM), karena usia dini merupakan usia yang efektif untuk
mengembangkan berbagai potensi dan kepribadian yang dimiliki.
Maka dalam prosesnya pendidikan dan
pembelajaran di pendidikan anak usia dini harus mampu mengembangkan seluruh dimensi dan
potensi serta aspek-aspek peserta didik secara utuh dan menyeluruh (holistik).
Akibat dari kekurang pahaman ini banyak
praktek-praktek pembelajaran di PAUD/TK yang cenderung lebih
mementingkan kemampuan akademik (calistung) daripada pengembangan
aspek emosi dan sosial anak.
Dan akibatnya
yang kita temui dilapangan (TK/PAUD)
justru sering terlihat sikap anak usia dini yang sedikit banyak bisa membuat
miris para guru anak usia dini itu sendiri, karena tidak jarang kita temui anak
yang suka bicara kotor, suka marah – marah, suka memukul dan melawan orang tua
, tidak punya sopan santun, bahkan ada anak yang kadang perilakunya tidak
senonoh / banyak meniru tingkah orang dewasa.
Dan bisa penulis
artikan disini bahwa pergeseran nila etika yang sering ditampilkan anak usia
dini di lingkungan sekolahnya diakibatkan karena pengaruh yang dibawa dari
lingkungan rumah atau masyarakat sekitar
, bisa dari melihat langsung adegan yang
ditampilkan orang dewasa di rumahnya/ di lingkungan masyarakat, bisa karena
pengaruh tontonan yang dilihat di TV atau mungkin kecanggihan tehknologi baik internet, atau lainnya.
Fakta yang
sering penulis temui di sekolah yang membawa dampak buruk pada anak usia dini
selain karena kemajuan tehnologi di atas
adalah masih seringnya :
1.
Orang tua/ pendidik selalu mendikte anak
2.
Orang tua/ pendidik membatasi ruang
gerak anak untuk bermain
3.
Orang tua/ pendidik banyak yang memperlakukan anak dengan negatif
dengan menggunakan kata – kata yang tidak mendidik : nakal, bandel, cengeng dll
4.
Orang tua/ pendidik sering memberikan
hukuman baik secara fisik atau verbal
5.
Orang tua/ pendidik tidak mempercayai
kemampuan anak
Jadi secara
garis besar bisa ditarik garis lurus bahwa selain akibat kemajuan di segala bidang yang
dihasilkan dari pelaksanaan pembangunan saat ini termasuk kemajuan tehnologi didalamnya juga karena dominasi
orang dewasa disekitar anak yang ternyata tidak selamanya membawa dampak positif yang
akhirnya dapat membuka peluang anak
untuk berperilaku yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia.
Dan
untuk dapat meminimalkan perilaku negatif anak usia dini maka sangat dianjurkan
memasukkan pendidikan karakter pada pendidikan anak usia dini menjadi prioritas para orang tua dalam
lingkungan keluarga, karena pendidikan karakter harus dimulai dari dalam
lingkungan keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan
karakter anak dan dengan dukungan para
orang tua ini sangat penting dalam keberhasilan pendidikan karakter di
lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang merupakan tempat
dimana anak bergaul dan bersosialisasi dengan orang lain memiliki tanggung jawab
dalam pembentukan karakter anak. Dan begitu juga dukungan komitmen pemerintah
sangat penting dalam upaya pembangunan karakter bangsa melalui kebijakan yang
berpihak pada pembinaan karakter, khususnya pendidikan karakter anak usia dini.
Jika saat ini semua elemen bangsa bisa menyingsingkan lengan
baju bersama dan semuanya dengan serius
berpartisipasi dalam pembentukan karakter semua anak Indonesia yang berada
dalam rentang usia dini (0-6 tahun) maka saat negara ini memasuki usia emas
2045 (seratus tahun Indonesia merdeka), kita akan memiliki generasi emas yang cerdas
tangguh dan berkarakter serta berakhlak mulia
A.
Pendidikan Karakter
Pendidikan
adalah proses internalisasi nilai budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat
sehingga orang dan masyarakat menjadi beradap. Pendidikan bukan hanya merupakan
sarana menstransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai
sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi).
Pendidikan
karakter berasal dari gabungan kata pendidikan
dan karakter . Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan karakter merupakan sifat – sifat kejiwaan , akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang
dengan yang lain. Menurut Dennis Coon karakter adalah jawaban mutlak
untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dalam bermasyarakat. (www.
Pendidikankarakter.com/kurikulum-pendidikan-karakter)
Sedangkan pendidikan karakter menurut Ahmad
Sudrajat(2010) (www.Pendidikankarakter.org)
adalah suatu system penanaman nilai – nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemaunan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai – nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa , diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan
kamil
Menurut Gutama
(perpustakaan-kemendiknas.go.id/Pendidikan Karakter pada PAUD.pdf) Pendidikan karakter adalah upaya penanaman nilai dan sikap, bukan
pengajaran sehingga memerlukan pola
pembelajaran fungsional dan keteladanan.
Pendidikan
karakter menuntut pelaksanaan oleh 3 (tiga) pihak secara sinergis , yaitu:
orang tua, satuan/lembaga pendidikan , dan masyarakat. Materi dan pola
pembelajarannya disesuaikan dengan pertumbuhan psikhologis peserta didik..
Menurut (Rencana Aksi Nasional
Pendidikan Karakter, 2010) Pendidikan karakter adalah pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari – hari dengan sepenuh hati. Pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut.
Pendidikan karakter ini
berkutat pada empat hal yaitu olah hati, olah pikir, olah rasa dan olah raga.
Olah hati yang dimaksud adalah berkata, bersikap, dan berperilaku jujur. Olah
pikir artinya cerdas yang selalu merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya
memilki cita-cita. Sedang olah raga artinya menjaga kesehatan di tengah-tengah
menggapai cita-cita tersebut.
Pendidikan karakter dimaknai
sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai
karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya,
sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis,
produktif dan kreatif (Puskur, 2010). Menurut T. Ramli (2003), pendidikan
karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi
manusia, warga masyarakat dan warga negara yang baik.
Kesimpulan
yang bisa penulis sampaikan adalah bahwa Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh tidak sekedar membentuk anak –anak muda menjadi
pribadi yang cerdas dan baik, melainkan
juga pada gilirannya akan menyumbangkan perubahan dalam tatanan social kemasyarakatan menjadi lebih
baik dan manusiawi.
B. Tujuan Pendidikan Karakter di TK
Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak
– anak yang baik (insan kamil) .Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta
didik tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya
dengan benar dan memiliki tujuan hidup.
Dalam Penulisan ini ,akan penulis
sampaikan secara rinci tujuan pendidikan karakter pada pendidikan anak usia
dini (TK) :
1.Mengembangkan potensi
kalbu/afektif/ nurani peserta didik.
2.Mengembangkan
kebiasaan dan perilaku peserta didik.
3.Menanamkan jiwa
kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik.
4.Mengembangkan
kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri , kreatif, berwawasan
kebangsaan.
5.Mengembangkan
lingkungan hidup sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.
(dikutip dari :materi
workshop Pendidikan karater AUD di wijaya in Hotel, tahun 2011)
C. Nilai – Nilai Karakter dalam pendidikan
karakter.
Pendidikan karakter adalah pendidikan
budi pekerti plus , yaitu yang melibatkan
aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (Feeling) dan tindakan (action).
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistimatis dan berkelanjutan
seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan atau menyongsong masa
depan. Di TK Negeri Pembina dalam meningkatkan karakter/ akhlak mulia yang ditunjukkan dengan kebiasaan anak dengan
menerapkan nilai – nilai karakter sesuai dengan indikator dalam
sembilan pilar karakter yang meliputi :
1. Cinta
Tuhan dan alam semesta beserta isinya
2. Tanggung
jawab, kedisplinan dan kemandirian
3. Kejujuran
4. Hormat
dan santun
5. Kasih
saying, kepedulian dan kerjasama
6. Percaya
diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah
7.
Keadilan dan kepemimpinan
8.
Baik dan rendah hati
9. Toleransi,
cinta damai dan persatuan
D. Budaya Sekolah
Kebudayaan menurut Koentjaraningkat (1987) merupakan keseluruhan sistem
gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan miliknya melalui belajar.
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau
falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen
sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan
di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh warga sekolah.
Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma
yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai
perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang
sama diantara seluruh unsur dan stakeholder sekolah baik itu kepala sekolah,
pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik dan jika perlu membentuk opini masyarakat
yang sama dengan sekolah
Belum semua sekolah memahami pentingnya budaya sekolah. Hal ini terlihat
pada fakta bahwa belum semua sekolah memiliki program pengembangannya. Kondisi
ini terjadi karena sebagian kepala sekolah belum memahami dan terampil dalam
merencanakan, melaksanakan pengembangan, dan mengukur efektivitas pengembangan
budaya sekolah. Hal itu tidak berarti kepala sekolah tidak memperhatikan
pengembangannya. Pada kenyataannya banyak kepala sekolah yang sangat
memperhatian akan pentingnya membangun suasana sekolah, suasana kelas,
membangun hubungan yang harmonis untuk menunjang terbentuknya norma, keyakinan,
sikap, karakter, dan motif berprestasi sehingga tumbuh menjadi sikap berpikir
warga sekolah yang positif. Hanya saja kenyataan itu sering tidak tampak pada
dokumen program pengembangan budaya.
Tantangan utama kepala sekolah dalam mengembangkan budaya sekolah adalah
membangun suasana sekolah yang kondusif melalui pengembangan komunikasi dan
interaksi yang sehat antara kepala sekolah dengan peserta didik, pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah.
Komunikasi dan interaksi yang sehat memilki dua indikator yaitu tingkat
keseringan dan kedalaman materi yang dibahas. Di samping itu, kepala sekolah
perlu mengembangkan komunikasi multi arah untuk mengintegrasikan seluruh sumber
daya secara optimal
Budaya
sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang
diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai
perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang
sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru,
staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah
Beberapa
manfaat yang bisa diambil dari upaya pengembangan budaya sekolah, diantaranya :
(1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan
komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun
horisontal; (3) lebih terbuka dan transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan
rasa saling memiliki yang tinggi; (4) meningkatkan solidaritas dan rasa
kekeluargaan; (5) jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan
(6) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK. Selain beberapa
manfaat di atas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan kelompok adalah :
(1) meningkatkan kepuasan kerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin
meningkat; (4) pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan
untuk selalu ingin berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus serta;
dan (7) selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain
dan diri sendiri
E.
Prinsip Pengembangan Budaya Sekolah
Upaya pengembangan budaya sekolah
seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini.
1.
Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah.
Pengembangan budaya sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan
tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan
pengembangan budaya sekolah. Visi tentang keunggulan mutu misalnya, harus
disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya sekolah.
2.
Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal. Komunikasi
merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan
pesan-pesan pentingnya budaya sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya
dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu
digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.
3.
Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko. Salah satu
dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap
perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima
khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang
beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.
4.
Memiliki
Strategi yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah perlu ditopang oleh
strategi dan program. Startegi mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan
program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan. Strategi dan
program merupakan dua hal yang selalu berkaitan.
5.
Berorientasi Kinerja. Pengembangan budaya sekolah perlu
diarahkan pada sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat
diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.
6. Sistem
Evaluasi yang Jelas. Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya sekolah
perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan
jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam
hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut
yang harus dilakukan.
7.
Memiliki Komitmen yang Kuat. Komitmen
dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan implementasi program-program
pengembangan budaya sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah
terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan
baik.
8.
Keputusan Berdasarkan Konsensus. Ciri
budaya organisasi yang positif adalah pengambilan keputusan partisipatif yang
berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun hal itu
tergantung pada situasi keputusan, namun pada umumnya konsensus dapat
meningkatkan komitmen anggota organisasi dalam melaksanakan keputusan tersebut.
9.
Sistem Imbalan yang Jelas.
Pengembangan budaya sekolah hendaknya disertai dengan sistem imbalan meskipun
tidak selalu dalam bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah penghargaan
atau kredit poin terutama bagi siswa yang menunjukkan perilaku positif yang
sejalan dengan pengembangan budaya sekolah.
10.
Evaluasi Diri. Evaluasi diri merupakan salah satu
alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala
penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang
berguna bagi pengembangan budaya sekolah. Halaman berikut ini dikemukakan satu
contoh untuk mengukur budaya sekolah.
E. Asas Pengembangan Budaya Sekolah
Selain mengacu kepada sejumlah
prinsip di atas, upaya pengembangan budaya sekolah juga seyogyanya
berpegang pada asas-asas berikut ini:
1.
Kerjasama tim (team work). Pada
dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah tim/kumpulan individu yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan. Untuk itu, nilai kerja sama merupakan suatu
keharusan dan kerjasama merupakan aktivitas yang bertujuan untuk membangun
kekuatan-kekuatan atau sumber daya yang dimilki oleh personil sekolah.
2.
Kemampuan. Menunjuk pada kemampuan untuk
mengerjakan tugas dan tanggung jawab pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam
lingkungan pembelajaran, kemampuan profesional guru bukan hanya ditunjukkan
dalam bidang akademik tetapi juga dalam bersikap dan bertindak yang
mencerminkan pribadi pendidik.
3.
Keinginan. Keinginan di sini merujuk pada
kemauan atau kerelaan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan
kepuasan terhadap siswa dan masyarakat. Semua nilai di atas tidak berarti
apa-apa jika tidak diiringi dengan keinginan. Keinginan juga harus diarahkan
pada usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan kompetensi diri
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai budaya yang muncul dalam
diri pribadi baik sebagai kepala sekolah, guru, dan staf dalam memberikan
pelayanan kepada siswa dan masyarakat.
4.
Kegembiraan (happiness). Nilai
kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah dengan harapan
kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan iklim
sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan bangga
sebagai bagian dari personil sekolah. Jika perlu dibuat wilayah-wilayah yang
dapat membuat suasana dan memberi nuansa yang indah, nyaman, asri dan
menyenangkan, seperti taman sekolah ditata dengan baik dan dibuat wilayah bebas
masalah atau wilayah harus senyum dan sebagainya.
5.
Hormat (respect). Rasa
hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada siapa saja baik
dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders pendidikan lainnya.
Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak dihargai atau tidak
diperlakukan dengan wajar akan menjadikan sekolah kurang dipercaya. Sikap
respek dapat diungkapkan dengan cara memberi senyuman dan sapaan kepada siapa
saja yang kita temui, bisa juga dengan memberikan hadiah yang menarik sebagai
ungkapan rasa hormat dan penghargaan kita atas hasil kerja yang dilakukan dengan
baik. Atau mengundang secara khusus dan menyampaikan selamat atas prestasi yang
diperoleh dan sebagaianya.
6. Jujur (honesty). Nilai
kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan sekolah, baik
kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain. Nilai kejujuran
tidak terbatas pada kebenaran dalam melakukan pekerjaan atau tugas tetapi
mencakup cara terbaik dalam membentuk pribadi yang obyektif. Tanpa kejujuran,
kepercayaan tidak akan diperoleh. Oleh karena itu budaya jujur dalam setiap
situasi dimanapun kita berada harus senantiasa dipertahankan. Jujur dalam
memberikan penilaian, jujur dalam mengelola keuangan, jujur dalam penggunaan
waktu serta konsisten pada tugas dan tanggung jawab merupakan pribadi yang kuat
dalam menciptakan budaya sekolah yang baik.
7.
Disiplin (discipline). Disiplin
merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam
lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini adalah sikap dan
perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan kita untuk hidup
teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada kondisi yang
seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah sesuatu yang harus dan tidak harus
dilakukan karena peraturan yang menuntut kita untuk taat pada aturan yang ada.
Aturan atau tata tertib yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan atribut,
tidak akan menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana atau
iklim lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang
tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak kecuali
kepala sekolah, guru dan staf.
8.
Empati (empathy). Empati
adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu. Sikap ini perlu dimiliki
oleh seluruh personil sekolah agar dalam berinteraksi dengan siapa saja dan
dimana saja mereka dapat memahami penyebab dari masalah yang mungkin dihadapai
oleh orang lain dan mampu menempatkan diri sesuai dengan harapan orang tersebut.
Dengan sifat empati warga sekolah dapat menumbuhkan budaya sekolah yang lebih
baik karena dilandasi oleh perasaan yang saling memahami.
9. Pengetahuan
dan Kesopanan. Pengetahuan dan kesopanan para
personil sekolah yang disertai dengan kemampuan untuk memperoleh kepercayaan
dari siapa saja akan memberikan kesan yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi
ini menuntut para guru, staf dan kepala sekolah tarmpil, profesional dan
terlatih dalam memainkan perannya memenuhi tuntutan dan kebutuhan siswa, orang
tua dan masyarakat
Sebagai seorang guru pendidikan anak
usia dini (TK) yang merasa ikut
bertanggung jawab dan peduli akan kelancaran pendidikan utamanya pendidikan
karakter untuk kesiapan anak didiknya, tidak ada salahnya bila guru berinisiatif
dan menyampaikan ide / memikirkan
cara mengembangkan budaya sekolah yang nantinya dapat mendukung pelaksanaan
pendidikan karakter yang akhirnya diharapkan mampu membangun karakter anak usia
dini kepada kepala sekolah sebagai pembuat
kebijakan sekolah.
1. Bagaimana penerapan pendidikan karakter di TK Negeri Pembina
Kawedanan?’.
Secara khusus proses pendidikan di
TK harus mampu mempersiapkan anak untuk mendapatkan tantangan kehidupan dan
tantangan akademik. Dan untuk memelihara kesehatan, keutuhan, dan rasa ingin
tahu anak, dengan cara memaksimalkan potensi bawaan anak-anak, mengembangkan
keterampilan, nilai-nilai, dan semangat anak untuk belajar. Lembaga pendidikan
anak usia dini di TK harus berupaya untuk menciptakan suatu aktivitas
pengembangan secara keseluruhan, melalui penguasaan pengetahuan, penguasaan
keterampilan dan pembentukan karakter.
Para pendidik anak usia dini (TK) hendaknya dapat membantu anak-anak untuk menemukan bakat
mereka sendiri, dan untuk mewujudkan potensi mereka secara utuh, menjamin
kesetaraan belajar bagi semua anak, dan menghormati keragaman perbedaan budaya
dan individu. Dan juga sangat penting untuk selalu menumbuhkan perasaan positif
anak tentang dirinya, hubungan mereka
dengan teman-teman sebaya , keluarga dan masyarakat.
Membangun karakter anak didik (khususnya anak usia dini) tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan, karena diperlukan keseriusan, kerja keras,
berkesinambungan dan kekompakan serta keteladanan stake holder pendidikan.
Itulah prasyarat agar pendidikan karakter dapat menjadi budaya sekolah, dalam
menanamkan dan menumbuhkan pendidikan karakter pada anak usia dini dapat
dilakukan melalui :
a.
Pembelajaran
Pembelajaran yang aktif , inovatif,
kreatif, efektif dan menyenangkan adalah yang harus dikuasai oleh guru dalam
memandu pembelajaran di kelas. Ini adalah upaya guru dalam mengembangkan
potensi kecerdasan anak dan untuk
mendekatkan komunikasi dengannya.
Pendidikan karakter diharapkan bisa
diintegrasikan di dalam pembelajaran. Masukkan nilai – nilai karakter dalam RKH
, realisasikan nilai – nilai karakter dalam pembelajaran di kelas. Sepuluh
menit cukuplah untuk mengenalkan dan membimbing anak . padukan dengan penilaian
hasil belajar dengan nilai – nilai karakter menjadi nilai akhir hasil belajar
yang menyeluruh.
b.
guru sebagai model karakter
guru adalah sosok yang dapat digugu
dan ditiru (bahasa jawa), artinya guru adalah sosok model bagi anak didik dalam
bersikap, bertindak, berperilaku dan bertutur. Selain itu guru harus bisa
menjadi teladan bagi anak didik, baik dalam bidang keterbukaan maupun ketertiban/
kedisiplinan. Dengan demikian guru
dituntut untuk selalu menampilkan pribadi yang ideal bagi model anak didiknya.
Guru di era global adalah guru yang profesional, kreatif dan inovatif bersedia membentangkan wawasannya, mampu
meletakkan dasar moral dan menyemayamkan
nilai – nilai karakter pada diri anak didiknya.
c.Kegiatan
parenting.
Keterlibatan
orang tua sangat penting dalam pendidikan anak usia dini, oleh karena
itu kerjasama kemitraan anatara orang tua dan lembaga pendidikan anak usia dini
merupakan suatu hal yang mutlak, demi mengoptimalkan perkembangan anak secara
utuh dan menyeluruh, sehingga mereka menjadi insan yang cerdas, tangguh, dan
berkarakter unggul. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah pendidikan
anak usia dini berbasis parenting, dimana orang tua dituntut untuk aktif
menjalin kerja sama dengan sekolah demi tercapainya pendidikan anak-anak tercinta
secara optimal. Demikian juga sebaliknya sekolah dalam hal ini lembaga
pendidikan anak usia dini (TK) hendaknya menyediakan kegiatan yang secara
khusus untuk menjalin kerjasama dengan orang tua. Kegiatan tersebut dapat
berupa program “ko parenting”, yaitu kegiatan kemitraan antara orang tua dan
sekolah sebagai sarana untuk menginformasikan berbagai kegiatan di sekolah dan
kemungkinan usaha-usaha yang dapat dilakukan orang tua dalam mendukung
pengembangan potensi anak-anak tercinta secara optimal.
2. Bagaimana
cara membangun karakter anak usia dini (Character Building) melalui budaya
sekolah?”.
Seperti yang telah penulis sampaikan bahwa membangun karakter anak sejak
usia dini sangat penting dan untuk
membangun karakter anak diperlukan suatu cara yang dapat dilaksanakan anak
dengan tanpa merasa ditekan atau digurui, tetapi anak cukup melihat , meniru dan
melaksanakan (praktek langsung ) tentang bagaimana cara bertindak sesuai dengan
budaya sekolah yang telah ditentukan pihak sekolah.
UNESCO mengungkapkan bahwa guru adalah agen perubahan (agent of change)
yang mampu mendorong terhadap pemahaman dan toleransi, dan tidak sekedar hanya
mencerdaskan anak didik tetapi mampu mengembangkan kepribadian yang utuh ,
berakhlak dan berkarakter (E. Mulyasa 2007: 184) melalui budaya kelas yang dikembangkan menjadi lebih luas
menjadi budaya sekolah .
Budaya kelas yang dapat dikembangkan menjadi budaya sekolah adalah semua
kegiatan pendidikan karakter yang dapat diterapkan dan dilaksanakan semua
stakeholder ( kepala sekolah, guru / pendidik, tenaga kependidikan, anak didik,
bahkan sampai orang tua / wali murid).
Membangun karakter anak usia dini (AUD) melalui budaya sekolah bisa
dilaksanakan melalui :
a.
Sikap Religius
Pembelajaran Agama (NAM) tidak dilaksanakan secara
kognitif saja dengan hanya menyampaikan konsep agama saja. Tetapi lebih dari
itu yaitu dengan pembelajaran agama yang
menekankan pada perilaku beragama , anak langsung menerapkan dalam kehidupan
sehari – hari, misalnya dengan praktek
sholat berjamaah, manasik haji, merayakan Idhul Qurban dan membayar zakat,
berkunjung ke panti asuhan, bersikap hormat pada orang yang lebih tua, sayang
pada teman.
b.
Disiplin
Untuk melatih kedisiplinan anak mulai dari awal harus
sudah dilatih untuk mentaati aturan / tata tertib yang berlaku , baik tata
tertib kelas ataupun sekolah. Selain itu disetiap sudut kelas ataupun sudut
sekolah terpampang slogan – slogan yang mengandung nilai – nilai karakter. Anak
wajib mematuhi semua tata tertib yang berlaku.
c.
Mencintai lingkungan
Menjaga kelestarian lingkungan ( kelas / sekolah)
harus sudah dikenalkan pada anak sejak dini, selain anak harus bisa membuang sampah pada tempatnya, membedakan
sampah basah dan kering, memanfaatkan barang limbah, memanfaatkan daun – daun
kering (sampah), merawat tanaman ( menyirami, mencabuti rumput pengganggu),
merawat binatang peliharaan ( memberi makan).
d.
Sabar menunggu giliran (budaya antri)
Guru mengenalkan karakter sabar menunggu giliran dalam
kegiatan makan bersama , dengan membiarkan anak mengambil sendiri makanan yang telah disajikan di atas meja ,selain itu
anak bisa menulis nama di papan presesnsi /kehadiran yang sengaja diletakkan
guru diluar kelas, anak juga berbaris di
depan kelas sebelum masuk , dan anak menyimpan / mengambil sepatu dengan
bergiliran (tidak berebut).
e.
Rasa ingin tahu
Untuk menumbuhkan rasa ingin tahu, dalam pembelajaran
tidak selalu dilakukan di dalam kelas (In door) tetapi juga dilakukan di luar
kelas (out door), anak latihan mengamati lingkungan, anak belajar sains
sederhana, bahkan anak juga bisa diajak langsung kunjungan ke kantor
pemerintah, pasar, pabrik, perkebunan dan lain sebagainya.
f.
Sikap kreatif
Untuk mengembangkan kreativitas anak, guru hendaknya
mampu membuka ruang seluas – luasnya untuk anak berekspresi (menyalurkan bakat
dan minatnya) , baik dengan mengikuti ekstra kurikuler menari, melukis, drum
band, bermain angklung .
g.
Kerjasama
Anak diberi
kesempatan untuk menyelesaikan tugas dengan kelompok, bermain bersama baik
bermain di luar ataupun bermain di dalam. Makan bersama ataupun melaksanakan
kegiatan cooking class.
h.
Mandiri
Dalam melatih kemandirian anak, guru bisa mengajak
anak – anak untuk mampu melakukan kegiatan sendiri, dengan membereskan mainan
setelah selesai bermain, menyimpan tas di locker, menyimpan alat tulisnya, memakai sepatu sendiri, mencuci tangan, BAB
dan BAK sendiri, makan sendiri.
i.
Kejujuran
Dengan adanya kantin kejujuran di TK anak – anak
belajar untuk latihan jujur, menyimpan barang / uang temuan di kotak temuan.
Budaya sekolah yang telah
dikembangkan di TK Negeri Pembina Kawedanan adalah sebagai berikut :
1.
Bertakwa kepada Tuhan ( doa sebelum dan sesudah
kegiatan, sholat berjamaah setiap hari jumat/ yang nasrani ikut kegiatan
kebaktian, merayakan idhul qurban, pondok romadhon)
2.
Selalu memberi salam ketika masuk kelas, bertemu guru,
kepala sekolah, tenaga kependidikan, teman atau tamu ( 7 S : salam, sapa, senyum, sambut, sopan,
santun, syukur)
3.
Selalu tertib ketika mengikuti upacara bendera, doa
pagi, senam/ fisik motorik di luar
4.
Mengikuti tata tertib kelas ketika sedang belajar
5.
Bersikap sopan saat makan bersama ( sabar menunggu
giliran, makan dengan duduk , tidak berbicara).
6.
Dapat bekerjasama dengan teman saat bermain di luar (
sabar menunggu giliran, mau berbagi, mau gantian ) saat bermain atau di ruang
perpustakaan.
7.
Selalu disiplin dengan memakai baju seragam yang telah
ditentukan sekolah, saat mengikuti
kegiatan ekstra kurikuler
8.
Bersikap tenang saat di perpustakaan ( tidak berebut
buku, tenang, menyimpan buku kembali pada tempatnya).
9.
Menjaga kebersihan kelas/ lingkungan sekolah dengan
membuang sampah pada tempatnya ( dapat membedakan sampah basah dan kering)
10. Bersikap
jujur ( ketika di kantin, atau menemukan
barang/ uang yang bukan miliknya dengan memasukkan ke dalam kotak temuan)
c. Hasil Yang Diperoleh
Hasil nyata yang sudah
dicapai TK Negeri Pembina Kawedanan karena melaksanakan pengembangan nilai karakter
melalui budaya sekolah adalah :
1. Juara
harapan IV lomba UKS tingkat propinsi Jawa Timur Tahun 2010
2. Juara
III lomba UKS tingkat propinsi JawaTimur pada tahun 2011
3. Juara 1
Lomba Widya Pakarti Nugraha tingkat kabupaten
Magetan tahun 2012.
4. Juara II Lomba
UKS / LLSS tingkat propinsi pada tahun 2012
5. Juara III
Lomba Widya Pakerti Nugraha Tingkat Propinsi tahun 2013
6. Juara II
Lomba UKS/LLSS tingkat Propinsi tahun 2013
A.
Kesimpulan.
Pada dasarnya pengembangan nilai
budaya dan karakter sebisa mungkin
disampaikan sejak jenjang anak usia
dini, mengingat pada masa ini adalah masa pembentukan karakter dan kepribadian
sehingga anak mudah sekali dipengaruhi dan dibentuk sesuai dengan apa yang kita
harapkan. Dari apa yang sudah dilaksanakan oleh Taman Kanak-kanak Negeri
Pembina Kawedanan tentang pengembangan budaya dan nilai karakter dapat kami
simpulkan bahwa karena yang kita hadapi adalah anak usia dini ( 3 – 6 tahun )
maka dibutuhkan adanya ketelatenan, konsistensi, keteladanan pembiasaan dan
rutinitas tingkat tinggi agar anak / peserta didik dapat benar-benar memahami tentang nilai
karakter.
Dengan membangun karakter anak
sejak dini melalui budaya sekolah yang melibatkan stake holder sekolah akhirnya
TK Negeri Pembina Kawedanan dapat memetik manfaatnya, tidak hanya lingkungan
sekolah yang bersih dan asri, anak didik yang berkarakter tetapi juga
pengakuan dari masyarakat terhadap lembaga sekolah maupun penghargaan yang
didapat sekolah dari Instansi terkait baik berupa kepercayaan maupun trophy,
piagam dan reward dalam bentuk lainnya. Tetapi lebih dari itu diharapkan
nantinya output dari TK Negeri Pembina bisa menjadi generasi penerus yang dapat
ikut andil dalam pembangunan Indonesia.
B. Saran
Untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik lagi dalam membangun karakter anak melalui budaya sekolah , maka penulis
sarankan agar buadaya sekolah yang telah
dimulai dari budaya kelas hendaknya dijadikan suatu aturan yang jelas dan
tertulis sehingga bersifat mengikat semua stake holder sekolah, dan untuk
kedepannya kegiatan yang bersifat
kompetisi antar warga kelas yang melibatkan kerjasama antara anak, orang tua
dan guru bisa diprogramkan, misalnya :
lomba kebersihan kelas, lomba membuat alat peraga dari limbah dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ayi Alim. 2010. Mencari Metode Pendidikan Karakter Untuk
PAUD. UPI Bandung.
Materi workshop propinsi jatim .2012. pendidikan
karakter.
Megawangi,R. (2009), Pendidikan
Karakter. Indonesia Heritage Foundation, Jakarta. Cetakan ke 3
Pendidikan Karakter Anak Usia Dini .Perpustakaankemendiknas go.id.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional, No. 58 Tahun 2009, Tentang Standar Pendidikan Anak
Usia Dini.
Puskur,
Balitbang Kemdiknas. (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa: Pedoman Sekolah .Jakarta.
Puskur Balitbang Depdiknas. (2007). Pedoman
Pendidikan Anak Usia Dini Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.
Sumber
adaptasi dari: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional.2007. Pengembangan
Budaya dan Iklim Pembelajaran di Sekolah (materi diklat pembinaan
kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah). Jakarta. Megawangi, R. 2004. Pendidikan
Karakter, Solusi yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia
Heritage Foundation
Tim Penyusun
Pusat Bahasa. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi IIIJakarta: Balai Pustaka.
Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung:
Fokusmedia, 2005.