Perilaku Agresif
1. Pengertian Perilaku Agresif
Perilaku agresif sering dikaitkan dengan
permusuhan, kemarahan dan kekerasan fisik.
Kartono dam Gulo (dalam Mitra Riset,
2012) menyatakan “agresif merupakan istilah yang dkaitkan perasaan-perasaan marah
atau permusuhan terhadap pihak lain.”
Menurut Rita L Atkintson (dalam Barnawi,
2011), Perilaku agresif adalah perilaku untuk melukai orang lain (secara fisik
atau verbal) atau merusak harta benda.
Sutjihati Somantri (2006: 43) menjelaskan
“bahwa perilaku agresif merupakan tindakan nyata dan mengancam sebagai ungkapan
rasa benci”.
Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Alex
Sobur, 2003:432) mengartikan bahwa, “Sikap agresif adalah penggunaan hak
sendiri dengan cara melanggar hak orang lain.”
J P Chaplin (dalam Dani Miftah dkk, 2010)
mengatakan perilaku agresif adalah tindakan permusuhan dari diri sendiri
seseorang ditujukan pada orang lain atau benda berupa suatu tindakan menyerang,
melukai orang lain, untuk meremehkan, merugikan, mengganggu, membahayakan,
merusak, menjahati, mengejek, mencemoohkan atau menuduh secara jahat, menghukum
berat atau tindakan sadis lainnya.
Sedangkan Syamsu Yusuf (2004:124)
mengartikan “Agresif (aggression)
yaitu perilaku menyerang baik secara fisik (non verbal) maupun kata-kata
(verbal).
Rita Eka Izzaty (dalam Agus Ria Hamiati, 2012) menyatakan Agresif adalah
istilah umum yang berkaitan dengan adanya perasaan-perasaan marah atau
permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan adanya tindakan
kekerasan secara fisik, verbal, maupun menggunakan ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang mengancam atau merendahkan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka
dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif adalah tingkah laku secara fisik (non
verbal) atau verbal yang sifatnya berupa penyerangan dimana hal tersebut
dilakukan oleh seorang individu dengan sengaja untuk melukai, menyakiti dan
membahayakan orang lain. Yang berdasarkan rasa marah, atau tindakan kasar
akibat kekecewaan, kegagalan di dalam mencapai pemuasan tujuan yang ditujukan
kepada orang lain maupun benda.
2. Penyebab Perilaku Agresif
Kauffman (dalam Ninik Sri Asih, 2012)
mengidentifikasikan empat asumsi utama dari penyebab perilaku agresif, yaitu
biologis, psikodinamika, frustasi, dan teori belajar sosial, yang secara garis
besar sebagai berikut :
a. Faktor
biologis
Ada tiga asumsi yang menyangkut aspek
biologis adalah salah satu faktor yang menyebabkan munculnya perilaku agresif
merupakan tingkah laku insting keturunan yang kemudian terbentuk melalui proses
evolusi, dikendalikan terutama oleh stimulus tertentu. Asumsi yang ke dua, perilaku agresif
merupakan respons terhadap kelainan hormon dan susunan biokimiawi tubuh.
Penggunaan obat dan perubahan hormon
tubuh memang dapat menyebabkan seseorang menjadi agresif. Asumsi ketiga, perilaku agresif terjadi
karena adanya getaran-getaran elektrik yang terjadi pada sistem syaraf pusat
dan mekanisme otak.
b. Teori
Psikodinamika
Perilaku agresif pada seseorang oleh
insting dasar yang dimiliki oleh orang tersebut.
c. Konsep
frustrasi-Agresif
Frustrasi adalah situasi dimana individu
terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya,
atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai suatu
tujuan. Bila seseorang mengalami frustrasi, maka akan timbul dorongan agresif
yang pada gilirannya memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang
lain atau yang menyebabkan frustrasi.
d. Teori
Belajar Sosial
Suatu pengalaman yang tidak menyenangkan
misalnya frustrasi, stimulus yang tidak menyenangkan akan meningkatkan emosi.
Sedangkan pengetahuan tentang konsekuensi dari suatu perilaku yang diperoleh
melalui pengalaman atau pengamatan akan mengakibatkan motivasi.
Kauffman (dalam Ninik Sriasih, 2012 : 34)
membuat generalisasi tentang konsep –konsep teori belajar sosial mengenai
perilaku agresif, yang intinya sebagai berikut:
a. Anak terbentuk menjadi agresif dengan
mengamati model atau contoh. Contoh perilaku agresif yang ditiru dapat berasal
dari anggota keluarga, anggota masyarakat tempat anak bersosialisasi misalnya
teman, kenalan, teman sebaya, orang dewasa di masyarakat, atau tokoh yang
dikenalnya lewat media massa, bacaan, koran, radio, televisi baik tokoh nyata
maupun fiktif, manusia maupun bukan manusia.
b. Contoh perilaku agresif kemungkinan besar
ditiru oleh anak jika tokohnya berasal dari lingkungan sosial yang lebih tinggi
dan jika anak melihat bahwa perilaku agresif ini justru memperoleh imbalan
positif seperti hadiah, pujian atau tidak adanya hukuman.
c. Anak
– anak terbiasa dengan perilaku agresif jika mereka mendapat kesempatan mencoba
respons agresif dan mengamati bahwa coba – coba ini tidak menimbulkan
konsekuensi negatif atau bahkan menimbulkan konsekuensi positif, misalnya
hadiah atau apa yang diinginkan dapat terwujud.
d. Perilaku
agresif akan muncul jika anak mencoba memperoleh stimulus yang tidak
meyenangkan misalnya diserang, dihina, dimarahi dengan kata-kata kasar,
kemauannya dihalangi atau apa yang
menyenangkan baginya direbut atau dikurangi.
e. Perilaku
agresif yang didorong oleh adanya penguatan eksternal berupa imbalan berupa
verbal, barang, atau status sosial, penguatan diri (self reinforcement) misalnya perasaan harga diri naik, kebanggaan,
kepuasan karena apa yang diinginkanya tercapai.
f. Perilaku
agresif mungkin didukung oleh proses kognitif yang mengevaluasi tindakan
kekerasan, misalnya dengan membandingkan keuntungan berbagai perilaku, menuntut
yang lebih tinggi, atau menimpakan kesalahan pada orang lain.
g. Hukuman
dapat meningkatkan perilaku agresif jika tidak disediakan alternatif positif
secara konsisten atau tidak diberikan segera setelah terjadi perilaku agresif,
atau jika jenis hukuman ini justru menjadi contoh perilaku agresif lain bagi
anak.
Sedangkan menurut Koeswara (1988: 82), faktor – faktor yang menjadi pencetus
perilaku agresif, secara garis besar sebagai berikut:
a. Frustrasi
Yang dimaksud dengan frustrasi itu sendiri
adalah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan
tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak
dalam rangka mencapai tujuan. Frustrasi bisa mengarahkan individu pada perilaku
agresif, karena frustrasi bagi individu merupakan situasi yang tidak
menyenangkan dan dia ingin mengatasi atau menghindarinya dengan berbagi cara,
termasuk car agresif. Individu akan memilih tindakan agresif sebagai reaksi
atau cara untuk mengatasi frustrasi yang dialaminya apabila terdapat stimulus –
stimulus yang menunjangnya ke arah tindakan agresif itu.
b. Stres
Stres merupakan reaksi, respons, atau adaptasi
psikologis terhadap stimulus eksternal atau perubahan lingkungan.
1)
Stres eksternal
Stres eksternal dapat ditimbulkan oleh
perubahan-perubahan sosial memburuknya kondisi perekonomian. Hal – hal tersebut
memberikan andil terhadap peningkatan kriminalitas, termasuk di dalamnya
tindakan – tindakan kekerasan dan perilaku agresif.
2)
Stress Internal
Stress internal menimbulkan tegangan yang
secara perlahan memuncak, yang akhirnya dicoba untuk diatasi oleh individu
dengan melakukan perilaku agresif. Tingkah laku yang tidak terkendali, termasuk
di dalamnya perilaku agresif, adalah akibat dari kegagalan ego untuk mengadaptasi
hambatan-hambatan, sekaligus sebagai upaya untuk memelihara keseimbangan
intrapsikis.
c. Deindividuasi
Deindividuasi merupakan salah satu keadaaan
dimana ciri-ciri karakteristik orang tidak diketahui. Deindividuasi memperbesar
kemungkinan terjadinya perilaku agresif, karena deindividuasi menyingkirkan
atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu, yakni
identitas diri atau personalitas individu pelaku maupun identitas diri korban
dari pelaku agresif, dan keterlibatan emosional individu pelaku agresif
terhadap korbannya.
d. Kekuasaan
dan kepatuhan
Kekuasaan menjadi pencetus terjadinya perilaku
agresif, karena kekuasaan seseorang atau sekelompok orang memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi dan mengendalikan tingkah laku orang lain dan merealisasikan
segenap keinginannya. Sedangkan kepatuhan menjadi pencetus terjadinya perilaku
agresif, karena dalam situasi kepatuhan individu kehilangan tanggung jawab atas
tindakan – tindakannya serta meletakkan tanggung jawab pada penguasa.
e. Efek
senjata
Senjata memainkan peran dalam terjadinya
perilaku agresif tidak saja karena fungsinya mengefektifkan dan mengefisienkan
pelaksanaan agresif, tetapi juga karena efek kehadirannya. Misalkan seseorang
yang mempersepsikan kehadiran senjata sebagai benda yang berbahaya dan
mengancam keselamatan dirinya, kemungkinan menghasilkan efek kecemasan dalam
diri orang tersebut. Kecemasan tersebutlah
yang mendorong terjadinya perilaku agresif.
f. Profokasi
Provokasi dapat mencetuskan perilaku agresif
karena provokasi itu oleh pelaku agresif dilihat sebagai ancaman yang harus
dihadapi dengan respons agresif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh
ancaman itu.
g. Alkohol
Terdapat dugaan bahwa alkohol berpengaruh
mengarahkan individu kepada perilaku agresif dan tingkah laku antisosial
lainya. Karena alkohol dapat melemahkan aktifitas sistem saraf pusat.
h. Suhu
udara
Suhu udara yang tinggi akan mempengaruhi
naiknya kadar agresif seseorang. Contohnya saja pada musim panas terjadi lebih
banyak tingkah laku agresif karena pada musim panas hari-hari lebih panjang
serta individu-individu memiliki keleluasaan bertindak yang lebih besar
ketimbang musim-musim lain.
Sutjihati Somantri (2006 : 43) menjelaskan
bahwa ada beberapa penyebab-penyebab munculnya perilaku agresif pada anak
antara lain; frustasi, keinginan untuk menarik perhatian, kebutuhan akan
perlindungan karena rasa tidak aman, dan identifikasi dengan orang tua yang
agresif.
3. Jenis-jenis Perilaku Agresif
Kenneth Moyer (dalam Koeswara, 1998:6),
merincikan perilaku agresif ke dalam tujuh jenis, yang intinya sebagai berikut
:
a. Perilaku
agresif predatori: perilaku agresif yang dibangkitkan oleh kehadiran objek
alamiah (mangsa). Perilaku agresif biasanya terdapat juga organisme species hewan
yang menjadikan hewan dari species lain sebagai mangsa.
b. Perilaku
agresif antar jantan: perilaku agresif yang secara tipikal dibangkitkan oleh
kehadiran sesama jantan pada suatu species.
c. Perilaku
agresif ketakutan: perilaku agresif yang dibangkitkan oleh tertutupnya
kesempatan untuk menghindar dari ancaman.
d. Perilaku
agresif tersinggung: perilaku agresif yang dibangkitkan oleh perasaan
tersinggung atau kemarahan, respon menyerang muncul terhadap stimulus yang luas
(tanpa memilih sasaran), baik berupa objek-objek hidup maupun objek-objek mati.
e. Perilaku
agresif pertahanan: perilaku agresif yang dilakukan oleh organisme dalam rangka
mempertahankan daerah kekuasaannya dari ancaman atau gangguan anggota species-nya sendiri.
f. Perilaku
agresif maternal: perilaku agresif yang spesifik pada species atau organisme
betina (induk) yang dilakukan dalam upaya melindungi anak-anaknya dari berbagai
ancaman.
g. Perilaku
agresif instrumental: perilaku agresif yang dipelajari, diperkuat (reinforced), dan dilakukan untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Menurut Sujihati Somantri (2006:43) bahwa
perilaku agresif dapat dibedakan dilihat dari bagaimana perilaku agresif
tersebut terungkap, yang intinya sebagai berikut :
a. Perilaku
agresif yang bersifat fisik, berupa serangan langsung pada objek agresif.
b. Ledakan
agresif, berupa tingkah laku yang tidak terkontrol seperti tantrum.
c. Perilaku
agresif verbal, berupa dusta, marah, mengancam, dan sebagainya.
d. Perilaku
agresif tidak langsung misalnya merusak barang milik orang lain menjadi objek
agresif.
Sedangkan Leonard Berkowitz (dalam
Koeswara, 1998:5) mengemukakan perilaku agresif dapat dibedakan menjadi dua
jenis dilihat dari definisinya, yaitu intinya sebagai berikut :
a. Perilaku
agresif instrumental, yaitu perilaku agresif yang dilakukan oleh organisme atau
individu sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Perilaku agresif implusif, yaitu perilaku
agresif yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai
atau menyakiti, tanpa tujuan selain untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan
atau kematian pada sasaran atau korban.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa jenis-jenis perilaku agresif meliputi perilaku agresif
bersifat fisik yang berupa tindakan dengan melibatkan aktifitas fisik, misalnya
memukul, menyerang, merusak, dan sebagainya. Perilaku yang bersifat verbal
yaitu tindakan yang dilakukan dengan melalui perkataan, misalnya mengeluarkan
kata-kata kasar atau bernada negatif, dan bahkan kata-kata yang menyudutkan
atau menjatuhkan.