BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Hakekat Membaca
1. Pengertian Membaca
Haryadi
(2007:4) dalam buku berbicara dan menulis mengatakan bahwa berbahasa merupakan
kegiatan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi. Penggunaan bahasa meliputi
menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Membaca merupakan salah satu
ketrampilan berbahasa yang lainnya.
Sedangkan
Anderson yang dikutip oleh Tarigan (1986: 8), menjelaskan bahwa
membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan yang disampaikan melalui media kata-kata, dimana kata-kata
tersebut merupakan satu kesatuan yang dapat dilihat dan mempunyai makna. Proses
membaca dimulai dari keinginan anak untuk memahami dan melafalkan huruf
sehingga menjadi rangkaian kata-kata yang penuh makna.
Agar dapat
membaca secara efektif dan efisien, seorang pembaca harus dapat menggunakan
dasar pengetahuan yang telah tersusun dengan baik dan dasar kemahiran yang
telah dimiliki dengan benar dan tepat. Pembaca dapat menggunakan keduanya
dengan tepat dan benar jika pembaca mempunyai kiat dalam membaca. Kiat yang
dimaksud adalah bagaimana pembaca memilih dan menggunakan model membaca, metode
membaca, dan teknik membaca sesuai kebutuhan.
2. Metode Membaca
Berdasarkan
cara penyampainnya, membaca terbagi dalam tiga
kelompok sebagai berikut:
a. Sekuensial
Pada
cara ini, membaca dilakukan per bagian kata. Metode ini tepat diajarkan pada
anak-anak yang dominan menggunakan otak kirinya. Pendekatan dilakukan secara
alfabet, mengenalkan masing-masing huruf, bunyi, suku kata dan menyusunnya
menjadi kata. Berikut ini metode membaca yang termasuk sekuensial:
1)
Fonik
Anak
diperkenalkan dan diajarkan bunyi huruf dan menyusunnya menjadi kata. Misalnya,
anak diperkenalkan dengan bunyi vocal bulat (seperti a,u,dan o)
beberapa konsonan bilabial (seperti b, p, dan m)dan konsonan dental (seperti t). huruf-huruf
tersebut lazim diucapkan anak yang belajar bicara, seperti ta-ta-ta,
ma-ma-ma atau pa-pa-pa.
2)
Mengeja
Metode
ini diperkenalkan abjad satu per satu terlebih dahulu, kemudian menghafalkan
bunyinya. Langkah selanjutnya, menghafal bunyi rangkaian abjad atau huruf
menjadi sebuah suku kata seperti metode fonik. Metode ini mempunyai kelemahan
yaitu dapat menimbulkan kebingungan kepada anak, khususnya balita. Kadang,
mereka sulit menerima mengapa rangkaian huruf b dan a harus
dibaca ba (bukan be-a). kelemahan lain, anak sulit menghilangkan kebiasaan
mengeja setelah menguasai rangkaian suku kata. Misalnya proses mengeja be a
ba de u du sulit dihilangkan untuk membaca badu.
3)
Suku kata
Metode
ini mulai banyak digunakan karena tingkat keberhasilan cukup baik. Anak
diperkenalkan dengan penggalan suku kata, kemudian dirangkai menjadi satu kata.
Contoh :
Ba bi bu be bo
Ca ci cu ce co
Ba ca bo bo
Keunggulan
metode ini merupakan salah satu cara yang paling banyak digunakan saat ini
karena kepraktisannya. Karena metode ini tidak memerlukan waktu untuk mengejar terlebih dahulu.
b. Simultan
Mengajarkan
membaca secara langsung, yaitu seluruh kata atau kalimat dengan sistem “lihat
dan ucapkan”. Gagasan yang mendasari metode ini adalah membentuk hubungan antara
yang dilihat dengan yang didengarnya sehingga membentuk suatu rantai kaitan mental
seperti yang dilakukan orang dewasa ketika membaca. Oleh karena itu, cara ini
cenderung diperuntukkan bagi anak-anak yang dominasi otak kanannya menonjol
baik. Berikut ini beberapa metode yang termasuk metode simultan:
1)
Membaca gambar
Pada
metode ini disajikan suatu gambar dan kata yang menunjukkan kata gambar
tersebut. Cara ini menggunakan pendekatan permainan, misalkan mengenalkan
bahwa suatu gambar “kucing” berhubungan dengan huruf-huruf “kucing”.
2)
Kartu kata atau doman
Metode
ini menggunakan kartu-kartu kata yang ukuran hurufnya besar. Mereka
diperkenalkan dengan kata-kata yang akrab disekeliling anak, misalnya ibu
atau mama, bapak atau papa. Berkali-kali kartu itu
diperlihatkan kepada anak disertai bunyi bacaanya. Jika sudah lancar membaca
maka anak diperkenalkan kata-kata yang baru lain, demikian seterusnya.
3)
Membaca “keseluruhan” kemudian
“bagian”
Caranya
memperkenalkan kalimat lengkap terlebih dahulu, kemudian dipilah-pilah menjadi kata, suku
kata dan huruf.
Contoh :
ini baju
ini baju
c.
Eklektik
Cara
ini merupakan campuran cara sekuensial dan simultan. Percampurannya sesuai
kebutuhan anak karena setiap anak merupakan individu yang unik dan memiliki
karakteristik yang berbeda, termasuk dalam hal membaca.
Kalau
kita perhatikan pendapat dari para ahli diatas, bahwa membaca gambar merupakan
bagian dari membaca dengan metode simultan.
3. Media Gambar
Gambar
merupakan media untuk berkomunikasi dengan orang lain. Gambar berfungsi sebagai
stimulasi munculnya ide, pikiran maupun gagasan baru. Gagasan ini selanjutnya
mendorong anak untuk berbuat, mengikuti pola berpikir seperti gambar atau
justru muncul ide baru dan menggugah rasa (Pamadhi, 2008: 2.8).
Dalam
proses belajar mengajar gambar yang digunakan mampu membantu apa yang akan
dijelaskas oleh guru, memliki kualitas yang baik, dalam arti, memiliki tujuan
yang relevan, jelas, mengadung kebenaran, autentik, aktual, lengkap, sederhana,
menarik, dan memberikan sugesti terhadap kebenaran itu sendiri.
Menurut
Sadiman (2011, 31-33) ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar/foto yang
baik sehingga dapat dijadikan sebagai media pengajaran yaitu: (a) Autentik.
Gambar tersebut secara jujur melukiskan situasi seperti kalau orang melihat
benda sebenarnya.
(b) Sederhana. Komponen gambar hendaknya cukup jelas dan menunjukkan poin-poin pokok pembelajaran. (c) Ukuran relatif. Gambar dapat memperbesar atau memperkecil obyek/benda sebenarnya. (d). Gambar/foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. (e) Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang, gambar/foto karya siswa sering sekali lebih baik. (f) Tidak semua gambar yang bagus adalah media yang baik. Gambar hendaknya bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
(b) Sederhana. Komponen gambar hendaknya cukup jelas dan menunjukkan poin-poin pokok pembelajaran. (c) Ukuran relatif. Gambar dapat memperbesar atau memperkecil obyek/benda sebenarnya. (d). Gambar/foto sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. (e) Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Walaupun dari segi mutu kurang, gambar/foto karya siswa sering sekali lebih baik. (f) Tidak semua gambar yang bagus adalah media yang baik. Gambar hendaknya bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Menurut
Pamadhi (2008: 2.9) manfaat gambar bagi anak adalah sebagai berikut: (a) alat untuk
mengutarakan (berekspresi) isi hati, pendapat maupun gagasannya, (b) media
bermain fantasi, imajinasi dan sekaligus sublimasi, (c) stimulasi bentuk ketika
lupa, atau untuk menumbuhkan gagasan baru, (d) alat untuk menjelaskan bentuk
serta situasi.
4. Membaca Gambar
Gambaran mengenai implikasi dari
pandangan para ahli literasi di negara maju dapat kita lihat di kelas-kelas
rendah dan pendidikan pra-sekolah seperti misalnya di Eropa, Amerika dan
Australia. Salah satu kegiatan tersebut adalah dengan menggunakan gambar
sebagai media untuk membaca dan menulis untuk anak. Kegiatan membaca gambar
diyakini dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, dan mengajarkan baca-tulis.
Hal ini biasa dilakukan dengan menggunakan sebuah kegiatan yaitu membaca gambar.
Membaca gambar merupakan media gambar yang dibawahnya diberi tulisan yang
melambangkan isi atau makna gambar tersebut, yang berkarakteristik khusus yang
dibesarkan, baik teks maupun gambarnya, untuk memungkinkan terjadinya kegiatan
membaca bersama (shared reading)
antara guru dan murid. Media ini mempunyai karakteristik khusus seperti
penggunaan gambar dengan warna-warni, gambar yang menarik, mempunyai kata yang
mencerminkan isi atau makna dari gambar yang ada diatasnya, kata ditulis dengan
menggunakan huruf kecil, dan gambar serta tulisan disesuaikan dengan lingkungan
dan kondisi dari anak didik.
B.
Kemampuan Membaca Anak Usia 5-6 Tahun
Durkin (dalam
Nurbiana Dhieni, 2005: 5.2) telah mengadakan penelitian tentang pengaruh
membaca dini pada anak-anak. Dia menyimpulkan bahwa tidak ada efek negatif pada
anak-anak yang diajar membaca dini. Steinberg (dalam Nurbiana Dhieni, 2005: 5.2) juga mengemukakan
bahwa anak-anak yang mendapatkan pelajaran membaca dini umumnya lebih maju di
sekolah. Hal tersebut masih diperkuat oleh pendapat Moleong (dalam Nurbiana
Dhieni, 2005: 5.3) yang
mengatakan salah satu aspek yang harus dikembangkan pada anak TK adalah
kemampuan membaca dan menulis.
Jadi
pengembangan kemampuan membaca dan menulis di TK dapat dilaksanakan selama
masih dalam batas-batas aturan praskolastik dan sesuai dengan karakteristik
anak, yakni belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar.
1. Tahapan Membaca
Untuk
mengajarkan kemampuan membaca pada anak TK, guru perlu mengetahui tahapan
perkembangan kemampuan membaca pada anak. Menurut Cochrane Efal (dalam Nurbiana
Dhieni, 2005: 5.9),
perkembangan dasar kemampuan membaca pada anak usia 5-6
tahun berlangsung dalam lima tahap yakni:
a. Tahap Fantasi (MagicalStage)
Pada tahap ini
anak mulai belajar menggunakan buku. Anak mulai berpikir bahwa buku itu penting
dengan cara membolak-balik buku. Kadang anak juga suka membawa-bawa buku
kesukaannya. Pada tahap ini orang tua hendaknya memberikan model atau contoh
akan arti pentingnya membaca dengan cara membacakan sesuatu untuk anak, atau
membicarakan tentang buku bersama anak.
b.
Tahap
Pembetukan Konsep Diri (Self Concept
Stage)
Anak memandang
dirinya sebagai pembaca dan mulai melibatkan dirinya dalam kegiatan membaca,
pura-pura membaca buku. Orang tua perlu memberikan rangsangan dengan jalan
membacakan buku pada anak. Berikan akses pada anak untuk memperoleh buku-buku
kesukaannya.
c.
Tahap
Membaca Gambar (Bridging Reading Stage)
Anak menyadari
cetakan yang tampak dan mulai dapat menemukan kata yang sudah dikenal. Orang
tua perlu membacakan sesuatu kepada anak, menghadirkan berbagai kosa kata pada
anak melalui lagu atau puisi. Dan berikan kesempatan membaca sesering mungkin.
d.
Tahap
Pengenalan Bacaan (Take-off Reader Stage)
Anak mulai
menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic,
semantic dan syntactic) secara bersama-sama. Anak mulai tertarik pada
bacaan dan mulai membaca tanda-tanda yang ada di lingkungan seperti membaca
kardus susu, pasta gigi dan lain-lain. Pada tahap ini orang tua masih harus
membacakan sesuatu pada anak. Namun jangan paksa anak untuk membaca huruf demi
huruf dengan sempurna.
e.
Tahap
Membaca Lancar (Independent Reader Stage)
Anak dapat membaca
berbagai jenis buku secara bebas. Orang tua dan guru masih harus tetap
membacakan buku pada anak. Tindakan tersebut dimaksudkan dapat mendorong anak
untuk memperbaiki bacaannya. Bantu anak memilih bacaan yang sesuai.
Huruf dan
kata-kata merupakan suatu yang abstrak bagi anak-anak, sehingga untuk
mengenalkannya guru harus membuatnya menjadi nyata dengan mengasosiasikan pada
hal-hal yang mudah diingat oleh anak. Pertama kali mengenalkan huruf biasanya
guru memusatkan hanya pada huruf awal suatu kata yang sudah di kenal anak. Dan
agar tidak ada kesan pemaksaan “belajar membaca” pada anak maka harus dilakukan
dengan menyenangkan.
Sebelum
mengajarkan membaca pada anak, dasar-dasar kemampuan membaca atau kemampuan
kesiapan membaca perlu dikuasai anak terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar
kita dapat mengetahui apakah anak sudah siap diajarkan membaca.
2.
Kemampuan Kesiapan Membaca
Yang perlu dikembangkan adalah
sebagai berikut:
a. Kemampuan membedakan auditorial
Anak harus memahami suara umum di lingkungan mereka. Mereka harus memahami suara yang dihasilkan oleh konsonan atau
vocal.
b.
Kemampuan
diskriminasi visual.
c.
Kemampuan
membuat hubungan suara-simbol.
d.
Kemampuan
perseptual motoris.
e.
Kemampuan bahasa lisan.
f.
Membangun
sebuah latar belakang pengalaman.
g.
Interpretasi
gambar.
h.
Progesi
dari kiri ke kanan.
i.
Kemampuan
merangkai.
j.
Penggunaan
bahasa mulut.
k.
Pengenalan
melihat kata.
l.
Lateralisasi.
m.
Koordinasi
gerak.