Minggu, 22 Februari 2015

Strategi Pengembangkan Moral -Agama pada Anak Program PAUD



1.      Strategi Pengembangkan Moral -Agama pada Anak Program PAUD
            Mendidik anak pada masa usia dini tidak sama dengan orang dewasa, anak usia dini memiliki keunikan dan karakter yang berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi yang tepat dalam proses belajar-mengaiar. Dalam kaitan dengan pengembangan moral-agama pada anak usia dini, strategi atau pendekatan individu (individual approach) penting dilakukan sebab setiap anak memiliki karakter dan keunikan yang berbeda-beda. Misalkan dari sisi karakter, ada anak yang pendiam atau tidak suka bergaul, disisi lain ada juga anak yang suka bergaul dan mudah adaptasi dengan teman-temannya. Realitas semacam ini menuntut para guru untuk melakukan pendekatan individu kepada anak agar dapat memahami apa yang harus dilakukan oleh guru dengan tetap nnemperhatikan keunikan anak .
            Sebenarnya strategi pengembangan moral-agama pada anak usia dini sangat sederhana. Hal ini karena pada usia dini, anak hanya membutuhkan sesuatu yang bersifat konkrit dan berkaitan dengan kehidupan riil mereka sehari-hari, misalkan hanya dengan bercakap-cakap saja mengenai sesuatu yang boleh diucapkan atau tidak boleh diucapkan anak sudah bisa menangkap (misalnya adalah mana bahasa yang sopan dan mana yang tidak). Atau bahkan dengan hanya memberikan contoh perbuatan, misal mencium tangan kedua orang tua atau guru, anak akan dengan mudah menirukannya. HaI ini menunjukkan bahwa belajar untuk melakukan atau mempraktikkan sesuatu (learning to do) secara langsung merupakan strategi yang tepat untuk diterapkan.
            Di samping hal itu, secara umum pengembangan moral-agama pada anak usia dini juga terkait dengan pengenalan dan pemahaman tentang keberadaan Tuhan. Jadi sebagai guru pada program PAUD hendaknya mampu mentransfer hal ini ke dalam diri anak. Misalnya guru mengenalkan Tuhan melalui makhluk-makhluk ciptaan-Nya, seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lain sebagainya. Pertanyaan sederhana dapat diajukan kepada anak, misal: siapa yang menciptakan manusia ? Setelah anak menjawab, mungkin ada yang jawabannya benar dan mungkin juga ada yang salah, guru berusaha menggiring jawaban anak pada upaya memperkenalkan sang penciptanya (Allah) dengan menunjukkan keistimewaan makhluk ciptaannya. Misalkan manusia diberi akal pikiran yang tidak dimiliki makhluk-makhluk lainnya. Matahari bisa memberikan sinar ke bumi untuk kehidupan manusia, bulan dan bintang bisa memberikan cahaya penerang di malam hari, dan lain sebagainya.
            Menurut Hidayat (2007), di antara strategi pengembangan moral-agama pada anak usia dini secara sederhana adalah sebagai berikut:
  1. Anak diajak untuk melihat gambar dan bercerita tentang gambar yang dilihatnya dengan bimbingan guru, misalkan untuk melatih anak hidup tertib dengan bimbingan guru (misalkan untuk melatih anak hidup tertib dan teratur dalam makan dan minum, bangun tidur, bermain dan lain-lain, anak bisa diajak komunikasi melalui gambar yang ditunjukkan).
  2. Membacakan pertanyaan sederhana dan mendorong anak menjawab berdasarkan gambar yang dilihatnya, misalkan gambar seseorang yang sedang beribadah, berjabat tangan, dan lain-lain.
  3. Memperagakan sesuatu yang diajarkan di hadapan anak, kemudian anak diajak langsung menirukannya.
Sementara itu terkait dengan sifat pemahaman anak usia dini terhadap nilai-nilai keagamaan (dan moral) pada saat proses belajar mengaiar menurut ]ohn Eckol (2005) dalam Hidayat di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Unreflective, yaitu pemahaman dan kemampuan anak dalam mempelajari nilai-nilai agama sering menampilkan suatu hal yang tidak serius. Mereka melakukan kegiatan ibadah pun dengan sikap dan sifat dasar yang kekanak-kanakan, tidak mampu memahami dan menghayati apa yang sedang dilakukannya. Artinya salah satu sifat anak dalam memahami pengetahuan ajaran agama sering dengan bahasa guyonan, main-main, dan asal mengikuti  apapun yang diperintahkan kepadanya. Contoh ketika anak diminta oleh guru untuk mengerjakan ibadah bersama dengan tertib maka sangat manusiawi jika ada di antara mereka yang mengerjakannya dengan bercanda, main-main, dan kurang serius. Ketika anak belajar mengucapkan hafalan doa, kita juga dapat mendengarkan kemampuan vokalnya yang kurang maksimal, demikian pula dalam menirukan gerakan (misal gerakan dalam shalat, berdoa, dan lain-lain). Hal itu semua seyogyanya jangan dijadikan sebagai sebuah masalah ketidakberhasilan belajar, namun dijadikan sebagai hal yang objektif bahwa itulah hakikat anak dengan prestasi dan keadaan yang sesungguhnya, yang harus kita hargai dengan baik. Namun terkadang banyak kita temui di lapangan, para guru dan orang tua kurang menyadari hal tersebut karena masih banyak di antara mereka yang memaksakan kehendaknya dengan menggunakan pendekatan yang kurang bijaksana seperti memaksa anaknya untuk mengikuti/ mencontoh dengan tepat, persis apa yang diajarkan oleh guru dan orang tua. Sering dijumpai betapapun ketika anak dipaksa namun memang anak belum mampu menirukan, kemudian anak dimarahi maka hal tersebut dapat berdampak tidak baik bagi anak, malah bisa membuat anak menangis bahkan pesimis.
Pendekaatan semacam itu memang bertujuan untuk membuat, anak dapat belajar dengan maksimal, namun sering dilupakan bahwa anak bukan orang dewasa. Jadi sangatlah keliru jika guru atau orang tua menginginkan dan mengharuskan anak memiliki kemampuan atau kompetensi Belajar dengan kriteria dan parameter orang dewasa. Mereka adalah anak kecil yang belum matang dalam beberapa hal. Itulah yang patut direnungkan agar para guru dan orang tua tidak mengulangi kekeliruan dan memaksakan kemauan dan kehendaknya kepada anak dengan tidak memperhatikan kemampuan dan kebutuhan anak itu sendiri.
  1.  Egocentris, sering dijumpai bahwa anak lebih mementingkan kemauannya sendiri, tidak peduli dengan urusan orang lain. Demikian pula dalam mempelajari nilai-nilai agama anak usia dini terkadang belum mampu bersikap dan bertindak konsisten. Misalkan suatu ketika anak terlihat sangat rajin dan mau mengerjakan kegiatan ritual ibadah seperti kalau di sekolah belajar mengucapkan doa bersama, kalau di rumah seperti mengaji, pergi ke tempat ibadah, dan lain-lain, namun pada saat yang lain rnereka berperilaku sebaliknya. Betapapun guru atau orang tua berulang kali mengingatkan dan menyuruh anak untuk melakukan kegiatan keagamaan, Namun jika anak merasa malas dan lebih asyik bermain maka semua perintah dan anjuran tadi tidak dipedulikannya. Memperhatikan sifat egosentris yang demikian maka sebagai guru atau orang tua sangatlah tepat apabila menganggap bahwa sifat tersebut merupakan hal yang wajar karena memang kondisi psikologis mereka yang masih labil dan belum matang. Para guru dan orang tua harus memaklumi hal itu, namun tidak berarti membiarkan tanpa upaya pada arah yang positif. Walaupun demikian guru atau orang tua tetap tidak boleh memaksakan kehendak sesuai dengan keinginannya sebab mereka boleh jadi pada kesempatan yang lain akan berubah sikapnya. Itulah labilitas psikologis anak yang perlu dipahami oleh guru dan orang tua.
  2. Misunderstand, yaitu anak akan sering mengalami salah paham/. Sebagai contoh ketika anak mendengar bahwa Allah itu Maha Besar, maka yang terbesit dalam pikiran anak adalah Allah besarnya seperti raksasa, dan lain-lain.
  3. Imitative, yaitu anak banyak belajar dari apa yang mereka lihat secara langsung. Mereka banyak meniru dari apa yang pernah dilihatrya sebagai sebuah pengalaman belajar. Memperhatikan realitas semacam itu maka guru dan orang tua harus siap ditiru anak. Oleh karena itu guru dan orang tua perlu menunjukkan contoh atau keteladanan yang baik dalam setiap ucapan  dan perbuatan.
Adapun faktor yang mempengaruhi nilai-nilai keagamaan tertanam dengan baik atau tidak pada diri anak adalah faktor hereditas/pembawaan (internal) dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor bawaan merupakan potensi yang berasal dari orang tua. Dalam teori nativisme dikatakan bahwa apa yang ada pada diri orang tua untuk selanjutnya akan diwarisi oleh anak-anaknya, baik berupa kemampuan intelektual maupun karakter. Oleh karena dalam teori agama (Islam) kalau menginginkan anak menjadi baik maka orang tua atau bahkan seiak muda (ketika menjadi calon bapak-ibu) harus menjadi lebih baik dulu, sebab kepribadian yang baik seperti itu juga akan mempengaruhi karakter generasi berikutnya. Demikian pula sebaliknya kepribadian orang tua tidak baik maka sengat dimungkinkan juga terwariskan kepada anak-anaknya karakter tidak baik pula walaupun tidak bersifat mutlak pengaruhnya.
Sementara itu faktor lingkungan dalam realitasnya juga dapat berpengaruh dalam mempengaruhi tumbuh-kembangnya nilai-nilai moral dan agama pada diri anak. Manakala lingkungan sosial anak itu kondusif, misalnya lingkungan agamis, orang-orang baik, maka anak juga akan mudah terpengaruh dengan lingkungan positif yang demikian, akan tetapi ketika lingkungan sosial anak itu sebaliknya maka yang terjadi adalah juga sebaliknya, yakni anak, kemungkinan memiliki kecenderungan negatif walaupun tidak bersifat mutlak pengaruhnya. Memang dalam teori empirisme faktor lingkungan dikatakan juga sebagai faktor yang sangat mempengaruhi anak itu seperti apa.

2. Desain Kegiatan Pembelajaran dan Materi Pengembangan Moral-Agama  yang Sesuai dengan Program PAUD
Sebelum mengulas desain kegiatan pembelajaran dan pengernbangan moral-agama pada anak di sini terlebih dahulu perlu dikemukakan sekilas tentang masa anak-anak. Menurut Reni Akbar dkk, masa prasekolah merupakan  masa-masa bahagia dan amat memuaskan dari seluruh  kehidupan anak. Untuk itulah kita perlu menjaga hal tersebut sebagaimana adanya. Janganlah memaksakan sesuatu karena diri kita sendiri, baik mengaharapkan secara banyak dan segera maupun mencoba melakukan hal-hal yang memang mereka belum siap…Negara-negara Eropa dan Amerika meyakini bahwa tidak perlu untuk bersikap terburu-buru untuk mengajari anak membaca sampai anak berusia tujuh tahun. Penelitian Sue Moskowitz terhadap sejumlah anak yang diajar membaca pada waktu dini menunjukkan bahwa anak-anak tersebut tidak mampu mempertahankan kelebihan-kelebihan yang mereka miliki dari teman sekelasnya yang tidak dapat membaca sebelum cukup umur. Moskowitz juga mempertanyakan anak-anak yang didorong orang tuanya belajar membaca pada usia dini…Dengan mengajari anak membaca pada usia tujuh tahun, anak-anak Skandinavia, baik  perempuan tidak memiliki masalah dalam pelajaran rnembaca (Akbar Hawadi,2006: 5).
Dalam kaitan dengan perkembangan moral anak menurut Charles Wenar dalam Akbar dikatakan bahwa perkembangan moral anak berjalan lamban dan bergerak sesuai dengan meningkatnya kematangan pada diri anak untuk dapat memahami nilai-nilai keberhasilan, kejujuran, dan tanggungjawab. Menurut hemat penulis, pengenalan mengenai sesuatu yang baik dan yang tidak baik, seperti dalam bermain anak juga sudah harus mulai diajarkan, misalnya ketika dalam bermain anak berebut mainan yang bukan rniliknya maka seyogyanya guru atau orang tua segera merespons dengan bahasa anak. Ini merupakan bagian dari peletakan dasar-dasar sikap dan kepribadian yang terpuji pada diri anak.
Mengacu pada deskripsi tersebut maka kegiatan pembelajaran dan pemberian materi moral-agarna perlu dirancang secara sederhana sesuai dengan tingkat kemampuan anak, seperti kegiatan bermain sambil belajar. Menurut EIis  (2005) dalam Hidayat, ruang lingkup materi moral-agama pada program PAUD meliputi (a) peletakan dasar-dasar keimanan, (b) peletakan dasar-dasar kepribadian/budi pekerti yang terpuji, dan (c) membiasakan beribadah sesuai dengan kemampuan anak. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala rutinitas dalam kehidupan sehari-hari anak hendaknya selalu diwarrnai dengan nuansa keagamaan agar mereka kelak kemudian selalu ingat kepada -Tuhannya.
Selanjutnya, dalam merancang kegiatan pengembangan moral-agama pada anak usia dini perlu dilakukan secara sirnultan (terus-menerus) dan terpadu, baik terpadu dalam hal kerjasama antara orang tua dan guru maupun terpadu dalam dalam hal materi pemberajarannya, seperti memadukan antara yang teoritis dan praktis. Mengapa demikian ? karena pada masa usia dini, anak belum mampu secara langsung memahami hubungan-hubungan antara yang teoritis dan praktis. Pada masa usia dini, anak masih banyak didominasi oleh pengetahuan yang masih bersifat abstrak. Oleh karena itu keterpaduan ini perlu dirancang oleh pendidik agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal dan efektif.
Keterpaduan pembelajaran (integrated learning) lainnya juga bisa dilakukan dengan cara mengaitkan kehidupan alam sekitar, seperti lingkungan  alam dan lingkungan sosial yang sering dialami anak-anak, kemudian nilai-nilai agama tersebut dimasukkan sebagai bagian dari lingkungan tersebut. Misalkan bagaimana seorang anak harus merawat lingkungan alam, seperti tumbuhan, hewan, kebersihan, dan lain sebagainya. Demikian pula dalam lingkungan sosial, misalkan bagaimana seorang anak harus berbuat baik kepada sesama teman ketika ada temannya yang membutuhkan seperti pinjam pensil, penghapus, dan lain sebagainya. Contoh-contoh empirik tersebut dimasuki dengan ajaran-ajaran moral-agama dengan menekankan bahwa hal-hal yang perlu dilakukan adalah berbuat baik kepada siapa saja sebab ajaran agama mengajarkan kepada kita demikian, dan bagi siapa saja yang menjalankan secara senang, Allah akan mengasih sayangi, dan pada suatu saat Allah juga akan memberikan sesuatu yang lebih baik daripada yang kita lakukan sekarang ini.
Dalam hal pengembangan moral-agama dalam Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar (GBPKB) di PAUD diistilahkan dengan materi program pembentukan perilaku anak melalui pembiasaan yang terwuiud dalam kegiatan sehari-hari. Adapun tujuan dari program pembentukan perilaku adalah untuk mempersiapkan anak sedini mungkin dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai moral pancasila dan agama. Pokok-pokok dan ruang lingkup materi tersebut meliputi:
  1.  Berdoa sebelum dan sesudah memulai kegiatan
  2. Mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain
  3. Tolong menolong sesama teman
  4.  Rapi dalam bertindak dan berpakaian
  5.  Berlatih untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan serta bersedia menerima tugas, menyelesaikan tugas, dan memusatkan perhatian dalam jangka waktu tertentu
  6.  Memiliki sikap tengang rasa terhadap keadaan orang lain
  7. Berani dan mernpunyai rasa ingin tahu yang besar
  8.  Merasa puas atas prestasi yang dicapai
  9. Bertanggun gjawab terhadap tugas yang diberikan
  10. Bergotong royong sesama teman
  11. Mencintai tanah air
  12. Mengurus diri sendiri, antara lain meliputi membersihkan diri sendiri, berpakaian sendiri, makan sendiri, dan memelihara milik sendiri
  13.  Menjaga kebersihan lingkungan, termasuk membantu membersihkan dan membuang sampah pada tempatnya.
  14. Menyimpan mainan setelah digunakan
  15. Mengendalikan emosi, misalnya saat berpisah dengan ibu tanpa menangis, sabar menunggu giliran, berhenti bermain pada waktunya tidak cengeng, dapat membedakan milik sendiri dan orang lain, menunjukkan reaksi yang wajar karena marah, senang, sedih, takut, dan cemas.
  16. Sopan santun meliputi terbiasa mengucapkan terima kasih dengan baik atau meminta tolong dengan baik
  17. Menjaga keamanan diri, termasuk menghindar dari obat-obat berbahaya dan menghindar dari benda-benda yang berbahaya pula (Hidayat mengutip GBPKB 1995).
Sedangkan kompetensi dan hasil berajar yang ingin dicapai pada aspek pegembangan moral-agama mengacu pada menu pembelajaran pada Pendidikan Anak usia Dini adalah kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Allah dan mencintai sesame(Hidayat 2007). Berikut ruang lingkup dan rinciannya berdasarkan kelompok mulai 3-6 tahun:
a.  Menyayikan lagu keagamaan
b. Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan sikap berdoa
c. Dapat melakukan gerakan beribadah
d. Membedakan ciptaan Tuhan dengan buatan manusia
e. Menyayangi orang tua, orang di sekeliling, guru, teman, pembantu, binatang, dan tanaman
f. Mengenal/memahami sifat-sifat Tuhan, misalnya Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan lain sebaginaya
g. Merasakan/ditunjukkan rasa sayang dan cinta kasih melalui belaian atau rangkulan
h. Selalu mengucapkan terima kasih setelah menerima sesuatu
i. Mengucapkan salam
j. Mengucapkan kata-kata santun, misalnya maaf, tolong, dan lain-lain
k.Menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak
l. Membantu pekerjaan ringan orang dewasa
Sementara itu terkait dengan karakter atau sifat materi pengembangan moral dan nilai-nilai agama pada anak usia dini, menurut Hidayat guru harus dapat memilih materi yang sesuai dengan karakter anak usia dini, di antaranya bersifat terapan dan berkaitan dengan kegiatan rutin anak-anak dalam kehidupan sehari-hari, (b) enjoyable, yaitu materi pembelajaran diupayakan bisa membuat anak senang, menikmati, dan mengikuti kegiatan dengan antusias, dan (c) mudah ditiru, yaitu materi yang disampaikan dapat dipraktikkan oleh anak dengan mudah.

Rabu, 18 Februari 2015

PERKEMBANGAN AKTIVITAS FISIK MOTORIK ANAK TK (Anak Usia Dini)



PERKEMBANGAN  AKTIVITAS MOTORIK

            Perkembangan motorik akan terus berkembang sejalan dengan usia anak. Jaringan saraf mereka berkembang sesuai pertumbuhan otak dan mereka akan mampu mengembangkan berbagai gerakan dan mengembangkannya dengan baik. Kecepatan perkembangan motorik dipengaruhi oleh gizi, kesehatan, dan lingkungan fisik lain misalnya tersedianya alat permainan serta kesempatan yang diberikan kepada anak untuk melatih berbagai gerakan. Disamping mengembangkan kemampuan motoriknya, anak juga mengembangkan kemampuan mengamati, mengingat hasil pengamatannya dan pengalamannya. Anak mengamati gerakan-gerakan yang dilakukan teman-temannya atau yang telah dilatihkan kepadanya, kemudian mengingat gerakan-gerakan motorik yang telah dilakukannya untuk melakukan perbaikan dan penghalusan gerak.Sebelum mampu memadukan aktivitas motorik yang lebih kompleks anak juga harus memiliki keterampilan dasar terlebih dahulu.
            Seperti telah disebutkan di atas bahwa secara umum aktivitas motorik ada dua macam yaitu :
    
1. Aktivitas motorik halus (Fine motor activity)

                        Kontrol motorik halus telah didefinisikan sebagai kemampuan untuk  mengkoordinasi atau mengatur penggunaan bentuk gerakan mata  dan tangan secara efisien, tepat dan adatif. Bentuk-bentuk gerak ini dapat dimanifestasikan mereka sendiri dalam berbagai variasi yang mencakup semua aktivitas seperti menulis, menggambar, memberi warna, memotong dan sebagainya. Pola-pola gerakan ini ditunjukkan sebagai keterampilan koordinasi mata-tangan.
                        Perkembangan kontrol motorik halus atau keterampilan koordinasi mata tangan mewakili bagian yang penting dan integral perkembangan motorik secara total  dan secara jelas mencerminkan perkembangan kapasitas sistem saraf pusat (Central Nervous System) untuk mengangkat dan memproses input visual dan menterjemahkan input tersebut ke dalam bentuk keterampilan.
                        Untuk melakukan keterampilan dengan baik, maka perilaku yang perlu dilakukan anak harus dapat berinteraksi dengan praktek, dan melakukan komunikasi terhadap obyek sekolah dan lingkungan rumah. Gerakan ini tidak terlalu membutuhkan tenaga, dibandingkan dengan aktivvitas motorik kasar.
                        Gerakan motorik halus yang terlihat saat anak usia dini; antara lain adalah anak mulai dapat menyikat giginya, menyisir rambutnya, membuka dan menutup retsluiting, memakai sepatu sendiri, makan sendiri dengan mengggunakan sendok dan garpu, mengancingkan baju. Jika gerakan motorik halus anak semakin baik, maka anak akan dapat berkreasi, seperti menggambar gambar sederhana dan mewarnai, menggunting kertas dengan hasil yang lebih halus, menajamkan pensil dengan rautan pensil, menjahit dan menganyam kertas.
                        Dalam melakukan gerakan motorik halus diperlukan dukungan keterampilan lain serta kematangan mental, misalnya keterampilan membuat gambar. Dalam membuat gambar selain anak memerlukan keterampilan menggerakkan pergelangan tangan, anak juga memerlukan keterampilan kognitif yang memungkinkan terbentuknya sebuah gambar. Misalnya untuk menggambar lingkaran, anak perlu memahami bentuk lingkaran terlebih dahulu.
                        Kemampuan seorang anak untuk melakukan gerak motorik tertentu tidak akan sama dengan anak lain walaupun usia mereka sama.. Misalnya Anik anak yang berusia empat  tahun sudah dapat membuka bajunya sendiri, sedangkan Didi yang usianya juga sama masih memerlukan bantuan untuk membuka bajunya sewaktu pulang sekolah. Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap motorik anak TK. Anak perempuan lebih sering melakukan keterampilan yang membutuhkan keseimbangan tubuh, seperti permainan lompat tali sedangkan anak laki-laki lebih senang melakukan keterampilan lempar tangkap bola atau menendang bola atau berperilaku yang mementingkan kecepatan dan kekuatan.

2. Aktivitas motorik kasar (Gross motor activity)

                        Aktivitas motorik kasar terbentuk saat anak mulai memiliki koordinasi dan keseimbangan hampir seperti orang dewasa. Aktivitas motorik kasar adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak.Oleh sebab itu memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar.
            Perkembangan motorik kasar  difokuskan pada keterampilan yang biasa disebut dengan keterampilan motorik dasar (fundamental motor skills). Keterampilan dasar yang akan dibicarakan adalah merupakan sifat khas perkembangan motorik anak usia 3 sampai 6-7 tahun yang meliputi :
a. Gerak lokomotor (gerakan berpindah tempat) di mana bagian tubuh tertentu bergerak atau berpindah tempat.
    Gerakan yang termasuk gerak lokomotor adalah :
1). Berjalan, yaitu memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain dengan melangkahkan kaki berulang-ulang dan bergantian, dimana sati kaki pasti menginjak tanah atau lantai.
2). Berlari, yaitu mirip berjalan namun ada waktu di mana kedua kaki tidak menginjak lantai.
3). Melompat, yaitu memindahkan tubuh ke depan dengan bertumpu pada sastu kaki dan mendarat dengan kedua kaki.
4) Meloncat, yaitu memindahkan tubuh ke depan atau ke atas dengan bertumpu pada kedua kaki dan mendarat dengan kedua kaki.
5). Merangkak, yaitu menggerakkan tubuh dengan bertumpu pada telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung kaki.
6) Merayap, yaitu menggeakkan tubuh dengan bertumpu pada telapak tangan sampai siku dan badan bagian depan mulai dari dada sampai ujung kaki.
7). Berguling, yaitu memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat lain dengan cara merebahkan diri lalu menggulingkan seluruh badan ke kanan atau ke kiri.
8). Berjingkat, yaitu memindahkan tubuh ke depan dengan cara bertumpu pada salah satu kaki baik kiri maupun kanan dan mendarat pada kaki yang sama.

b. Gerak non-lokomotor (gerakan tidak berpindah tempat) di mana sebagian anggota tubuh tertentu saja yang digerakkan, namun tidak berpindah tempat.Gerakan yang termasuk gerak non-lokomotor adalah :
1). Gerakan-gerakan memutar tubuh atau bagian-bagian tubuh (kepala, pinggang, lutut, lengan, pergelangan kaki dan pergelangan tangan.
2). Menekuk atau membungkukkan tubuh, seperti gerakan bngun tidur (sit up), duduk dan membungkuk sambil memeluk dua kaki, menelungkup dan menarik ke atas kedua kaki, dada sampai kepala.
3). Latihan keseimbangan , seperti sikap lilin ( berbaring telentang dan kedua kaki dinaikkan lurus ke atas ), gerak pesawat terbang ( salah satu kaki diangkat, kedua tangan direntangkan lalu perlahan badan dibungkukkan ).

c. Gerak manipulatif, adalah aktivitas yang dilakukan di mana ada sesuatu yang digerakkan.  Misalnya melempar, menyepak, memukul, menangkap, memantul-mantulkan bola atau benda lainnya.
            Gerak lokomotor, non lokomootor dan manipulatif bisa saling dikombinasikan, misalnya  lari sambil menyepak bola. Dengan demikian pola gerak adalah gerak dasar yang berhubungan dengan pelaksanaan suatu tugas tertentu. Oleh karena itu banyak anak yang bisa melaksanakan pola gerak dasar dengan kecakapan yang berbeda-beda.
            Keterampilan motorik dasar dikembangkan pada masa anak pra sekolah dan pada masa sekolah awal, dan ini akan menjadi bekal awal untuk mendapatkan keterampilan gerak yang efisien bersifat umum dan selanjutnya akan dipergunakan sebagai dasar untuk perkembangan keterampilan motorik yang lebih khusus.
            Perkembangan motorik dasar adalah merupakan fungsi kematangan (maturity) dan pengalaman. Kematangan merupakan suatu keadaan dimana keterampilan motorik dasar berkembang, tetapi sebaliknya keterampilan dasar tidak akan dapat berkembang tanpa latihan yang sesuai (pengalaman). Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan keterampilan motorik dasar anak usia Sekolah Taman Kanak-Kanak secara jelas dikatakan bahwa satu diantara 5 anak mengalami ketinggalan dalam perkembangan keterampilan motorik dasar (Temple,1979).
            Motorik kasar lebih dahulu berkembang dari pada motorik halus. Hal ini dapat dilihat saat anak dapat mengontrol tangan dan jari-jarinya untuk menulis dan melipat, terlebih dahulu ia sudah menggunakan otot-otot kakinya untuk berjalan.
Didalam Standard Kompetensi Kurikulum TK tercantum bahwa tujuan pendidikan di Taman Kanak-kanak adalah membantu mengembangkan berbagai potensi anak baik psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian, dan seni. Untuk pengembangan kemampuan dasar anak, dilihat dari kemampuan fisik/ motoriknya maka guru-guru PAUD akan membantu meningkatkan keterampilan fisik/motorik anak dalam hal mengenalkan dan melatih gerakan motorik kasar dan motorik halus, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan koordinasi, serta meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat, sehingga dapat menunjang pertumbuhan jasmani yang kuat dan sehat serta terampil.
            Adapun kompetensi dasar motorik anak usia dini yang diharapkan dapat dikembangkan guru adalah agar anak mampu :
1. Melakukan aktivitas motorik/fisik secara terkoordinasi dalam rangka kelenturan, kebe
   ranian, keseimbangan, kelincahan dan persiapan untuk menulis.
2. Mengekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai media menjadi suatu karya seni.
            Di sekolah, gurulah yang menentukan apa aktivitas motorik anak yang dapat dilakukan sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Guru juga berperan dalam menumbuhkan minat anak terhadap berbagai kegiatan motorik anak seperti berbagai jenis olahraga, menggambar, melipat kertas, membuat kalung dari berbagai bahan. Minat anak terhadap suatu jenis kegiatan motorik sangat beragam.Disini guru dapat mengarahkan dan menumbuhkan minat anak untuk mengikuti semua kegiatan motorik tersebut, dengan tujuan agar gerakan motorik anak dapat dikembangkan dengan baik.

C. MANFAAT  PENGEMBANGAN  MOTORIK  ANAK  USIA DINI.

            Pada saat anak mencapai usia 3-6 tahun (prasekolah) ada ciri yang jelas berbeda dengan anak bayi. Perbedaannya terletak pada penampilan, proporsi tubuh, berat badan, tinggi badan,dan keterampilan yang mereka miliki. Seperti halnya otot-otot tubuh anak prasekolah nampak berkembang dan memungkinkan bagi mereka untuk melakukan berbagai keterampilan. Otot dan sistem tulang akan terus berkembang sejalan dengan usia mereka. Kepala dan otak mereka telah mencapai ukuran orang dewasa, Jaringan syaraf mereka juga berkembang sesuai pertumbuhan otak dan mereka akan mampu mengrembangkan berbagai gerakan dan mengendalikannya lebih baik.
            Bila ia mengalami hambatan tertentu, misalnya tubuhnya terlalu gemuk atau malas dan lemas bergerak, anak akan sulit mengikuti permainan yang dilakukan oleh teman-teman sebayanya. Disamping itu secara tidak langsung pertumbuhan dan perkembangan motorik anak akan mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri dari orang lain. Sebagai contoh : anak yang kurang terampil dalam menangkap bola akan cepat menyadari bahwa dirinya tidak dapat mengikuti permainan yang menggunakan bola. Hal ini menyebabkan ia menarik diri dari lingkungan teman sebayanya. Berdasarkan hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan motorik sangat diperlukan untuk anak.

Kemampuan motorik juga bermanfaat bagi :

1. Perkembangan fisiologis anak.
            Melalui bermain anak akan melakukan gerakan-gerakan. Kegiatan tersebut akan menstimulasi proses fisiologis anak seperti pernafasan dan peningkatan peredaran darah. Kegiatan motorik kasar anak merupakan pengenalan awal kegiatan berolahraga. Jika sejak kecil anak sudah terbiasa melakukan kegiatan motorik maka akan berakibat baik untuk pembentukan postur tubuhnya.
            Disamping itu kegiatan motorik juga akan membuat tulang dan otot anak bertambah kuat. Bertambah kuatnya tulang membuat kekuatan anak juga bertambah, sebaliknya kekurang-aktifan anak dalam bergerak akan membuat tulangnya menjadi rapuh dan sering terkena penyakit. Banyaknya aktivitas bergerak juga  akan mengontrol berat badan anak, yang berat badannya berlebih akan bergerak lebih sedikit dibandingkan dengan anak yang berat badannya normal.
            Sejak kecil anak harus diberikan kegiatan motorik yang bervariasi yang memungkinkan mereka untuk begerak. Jika ia berhasil melakukan suatu aktivitas motorik, maka selanjutnya ia mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut kembali.


2. Perkembangan kognitif anak.
            Apabila anak berinteraksi dengan lingkungannya, berarti sekaligus anak dipengaruhi lingkungan dan anak mempengaruhi lingkungan. Dengan demikian hubungan anak dengan lingkungan bersifat timbal balik, baik bersifat perkembangan psikologis maupun pertumbuhan dan perkembangan motorik.Keterampilan motorik anak akan menumbuhkan kreativitas dan imajinasi anak yang merupakan bagian dari perkembangan mental anak. Dengan demikian para ahli menekankan bahwa kegiatan motorik, dan keterampilan motorik anak akan dapat meningkatkan kemampuan intelektual anak. Gerakan yang mereka lakukan saat mereka bermain bermanfaat untuk membuat fungsi belahan otak kanan dan otak kiri anak seimbang belahan otak kiri akan mengatur cara berfikir logis dan rasional, menganalisis, bicara serta berorientasi. Sedangkan belahan otak kanan berperan mengatur hal-hal yang intuitif, bermusik, menari, dan kreativitas. Berbagai permainan yang dilakukan anak akan membuat otak kiri dan otak kanan berfungsi dengan baik. Perkembangan kemampuan motoriknya akan dapat mengembangkan kognitif anak dalam berimajinasi dan berkreativitas.
           
3. Perkembangan Sosial dan Perkembangan Anak.
            Anak-anak usia dini pada umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Gerakan-gerakan motorik membuat otot-otot besar pada anak lebih berkembang dari pada kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak belum terampil untuk melakukan kegiatan yang rumit seperti mengikat tali sepatu.
            Umumnya anak usia dini mempunyai satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti. Mereka dengan cepat dapat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang yaitu mau bersahabat dengan lawan jenisnya. Anak laki-laki lebih banyak bermain fungsional-soliter dan asosiatif dramatis dari anak perempuan. Sedangkan anak perempuan lebih banyak bermain soliter, konstruktif-paralel dan dramatik dibandingkan dengan anak laki-laki.
            Perselisihan sering terjadi, tetapi sebentar kemudian mereka telah berbaik kembali. Anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku agresif dan perselisihan, mereka umumnya menyukai bermain diluar, bermain kasar. Anak usia dini pada umumnya telah mampu melakukan gerakan motorik dengan mantap, seperti berlari dan melempar. Baik orang tua maupun guru perlu memberikan kesempatan berbagai kegiatan yang aman bagi mereka, tetapi jangan terlalu mengharapkan suatu penguasaan gerakan diluar kemampuan anak. Meskipun mereka sudah mampu duduk diam untuk waktu yang singkat, mereka tetap masih membutuhkan latihan gerakan sehingga anak-anak tidak terlalu banyak duduk. Untuk melakukan gerakan motorik halus, misalnya mewarnai gambar, masih banyak coretan-coretan yang keluar dari pola yang harus diwarnai. Demikian pula bila mereka melakukan kegiatan jasmani yang disertai aturan-aturan, anak-anak masih sering mengalami kesulitan. Anak sangat membutuhkan latihan kegiatan jasmani yang disertai kebugaran dan aktivitas yang tinggi, tetapi saat ini justru ada kecendrungan anak lebih banyak melakukan kegiatan pasif seperti menonton televisi atau duduk diam dikursi.
            Anak yang mempunyai kemampuan motorik yang baik akan mempunyai rasa percaya diri yang besar. Lingkungan teman-temannya pun akan menerima anak yang memiliki kemampuan motorik yang lebih baik, sedangkan anak yang tidak memiliki kemampuan gerak tertentu akan kurang diterima teman-temannya.Penerimaan teman-teman dan lingkungannya akan menyebabkan anak mempunyai rasa percaya diri yang baik. Contohnya, seorang anak yang mempunyai kemampuan lempar tangkap bola yang lebih baik dari teman-temannya, ia akan diterima dengan baik oleh teman-teman sebayanya. Ia akan mempunyai teman lebih banyak, dan kegiatannya pun akan bertambah banyak karena ia akan diajak oleh teman-temannya mengikuti berbagai kegiatan lainnya. Sebaiknya sejak dini anak-anak diberikan kegiatan motorik secara bebas sesuai dengan kemampuan mereka sendiri dan dilakukan dengan senang hati.


A.    KARAKTERISTIK  PERKEMBANGAN  MOTORIK

            Karakteristik perkembangan motorik halus maupun motorik kasar menurut Walkey (1996) pada anak usia dini adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik Perkembangan Motorik Anak Usia > 3 - 4 Tahun
            a. Meremas kertas.
            b. Memakai dan membuka pakaian dan sepatu sendiri.
            c. Menggambar garis lingkaran dan garis silang(garis datar  dan tegak).
            d. Menyusun menara empat sampai tujuh balok.
            e. Mengekspresikan gerak tari dengan irama sederhana.
            f. Melempar bola.
            g. Berjalan dengan baik (keseimbangan tubuh mkin baik).
            h. Berlari dengan baik (keseimbangan tubuh makin baik).
            i. Berlari di tempat.
            j. Naik turun tangga tanpa berpegangan.
            k. Melompat dengan satu kaki bergantian.
            l. Merayap dan merangkak lurus ke depan.
            m. Senam mengikuti contoh.

2. Karakteristik Perkembangan Motorik Anak Usia > 4 - 5 Tahun
            a. Menempel.
            b. Mengerjakan puzzle (menyusun potongan-potongan gambar).
            c. Mencoblos kertas dengan pensil atau spidol.
            d. Makin trampil menggunakan jari tangan (mewarnai dengan rapi).
            e. Mengancingkan kancing baju.
            f. Menggambar dengan gerakan naaik turun bersambung(seperti gunung / bukit).
            g. Menarik garis lurus, lengkung dan miring.
            h. Mengekspresikan gerakan dengan irama bervariasi.
            i. Melempar dan menangkap bola.
            j. Melipat kertas.
            k. Berjalan diatas papan titian.
            l. Berjalan dengan berbagai variasi (maju mundur di atas satu garis).
            m. Memenjat dan bergelantungan (berayun).
            n. Melompati parit atau guling.
            o. Senam dengan gerakan kreativitas sendiri

Permainan.
         Bagi anak bermain merupakan seluruh aktivitas anak termasuk bekerja dan kesenangannya,dan juga merupakan metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bermain merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan dan kasih sayang. Anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk perkembangan fisik, mental dan emosinya. Anak akan bermain sepanjang aktivitas tersebut menghiburnya, bila merasa bosan mereka akan berhenti bermain. Ketika mereka semakin matang, mereka mulai lebih menyadari kebutuhan bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuannya dalam permainan. Permainan yang cukup rumit akan menuntut anak menggunakan kemampuan kognitif dalam mengembangkan strateginya pada waktu melakukan permainan

Contoh Permainan Tanpa Alat.
a. Mari Berjalan Menjelajahi Ruang.
    Tujuan permainan ini adalah anak berjalan ke berbagai arah dengan berbagai cara.
    Pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
         Anak-anak berdiri bebas di dalam ruangan, menghadap ke arah guru.
   " Mari berjalan mengelilingi ruangan tanpa mengganggu anak-anak lain".
    " Coba anak-anak berjalan dengan angkat tumit,.....yaaa....berjalan langkah biasa".
     Anak-anak berjalan .....,
      belok ke kanan.........,
      belok ke kiri.......,
      langkah panjang ..........,
      berhenti.
      Anak-anak berkumpul lagi dalam susunan bebas.

    b. Permainan Kucing dan Tikus.
               Anak-anak dijadikan dua kelompok, salah satu kelompok membuat lingkaran sambil bergandengan tangan, sedangkan kelompok yang lainnya menjadi tikus.Tunjuklah seorang untuk menjadi kucingnya. Anak-anak yang menjadi tikus berada di dalam lingkaran. Apabila ada tanda mulai atau bunyi pluit, maka segera kucing mengejar tikus, dan tikus lari menyelamatkan diri agar tidak tertangkap oleh kucing. Apabila ada tikus yang tertangkap, maka tikus tersebut menjadi kucing dan yang tadinya menjadi kucing ganti menjadi tikus. Setelah 3-5 menit anak-anak berganti kelompok, yang tadinya menjadi tikus ganti menjadi lingkaran.

. Contoh Permainan dengan Alat.
    a. Bola Gilir.
        Tujuan permainan ini adalah untuk melatih kerja sama dan keterampilan memegang bola.
1). Bentuklah barisan.
2). Berikan bola pada anak terdepan.
3). Anak-anak diperintahkan memindahkan bola kepada teman di belakangnya melalui selangkangan kaki.
4). Ketika bola sampai pada anak yang paling belakang, bola tersebut dioper ke depan melaluai kepala.
5). Setiap kali permainan ini diulang anak-anak akan mencoba mengoperkan bola tersebut secepat mungkin.

b. Tali Sirkus.
    Tujuan permainan ini adalah untuk melatih keseimbangan.
    Pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
           Berceritalah tentang sirkus.Tanyakan kepada anak-anak apakah mereka pernah melihat tali yang biasa dipakai pemain sirkus untuk berjalan di atas.
1) Tempelkan pita panjang di lantai.
2). Anggaplah pita tersebut tali sirkus.
3). Berilah contoh bagaimana berjalan sangat hati-hati di atas tali tersebut dengan menempatkan satu kaki di depan kaki lainnya.
4) Putarlah musk dan biarkanlah anak-anak berpura-pura berjalan di atas tali sirkus.
5) Pada waktu mereka berjalan, anjurkan gerakan-gerakan lain seperti berdiri dengan satu kaki sambil menjaga keseimbangan, atau berjalan mundur.