Minggu, 29 November 2015

Perilaku Agresif



Perilaku Agresif

1.    Pengertian Perilaku Agresif
Perilaku agresif sering dikaitkan dengan permusuhan, kemarahan dan kekerasan fisik.
Kartono dam Gulo (dalam Mitra Riset, 2012) menyatakan “agresif merupakan istilah yang dkaitkan perasaan-perasaan marah atau permusuhan terhadap pihak lain.”
Menurut Rita L Atkintson (dalam Barnawi, 2011), Perilaku agresif adalah perilaku untuk melukai orang lain (secara fisik atau verbal) atau merusak harta benda.
Sutjihati Somantri (2006: 43) menjelaskan “bahwa perilaku agresif merupakan tindakan nyata dan mengancam sebagai ungkapan rasa benci”.
Menurut Calhoun dan Acocella (dalam Alex Sobur, 2003:432) mengartikan bahwa, “Sikap agresif adalah penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hak orang lain.”

J P Chaplin (dalam Dani Miftah dkk, 2010) mengatakan perilaku agresif adalah tindakan permusuhan dari diri sendiri seseorang ditujukan pada orang lain atau benda berupa suatu tindakan menyerang, melukai orang lain, untuk meremehkan, merugikan, mengganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek, mencemoohkan atau menuduh secara jahat, menghukum berat atau tindakan sadis lainnya.
Sedangkan Syamsu Yusuf (2004:124) mengartikan “Agresif (aggression) yaitu perilaku menyerang baik secara fisik (non verbal) maupun kata-kata (verbal).
  Rita Eka Izzaty (dalam Agus Ria Hamiati, 2012) menyatakan Agresif adalah istilah umum yang berkaitan dengan adanya perasaan-perasaan marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan adanya tindakan kekerasan secara fisik, verbal, maupun menggunakan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang mengancam atau merendahkan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif adalah tingkah laku secara fisik (non verbal) atau verbal yang sifatnya berupa penyerangan dimana hal tersebut dilakukan oleh seorang individu dengan sengaja untuk melukai, menyakiti dan membahayakan orang lain. Yang berdasarkan rasa marah, atau tindakan kasar akibat kekecewaan, kegagalan di dalam mencapai pemuasan tujuan yang ditujukan kepada orang lain maupun benda.

2.    Penyebab Perilaku Agresif
Kauffman (dalam Ninik Sri Asih, 2012) mengidentifikasikan empat asumsi utama dari penyebab perilaku agresif, yaitu biologis, psikodinamika, frustasi, dan teori belajar sosial, yang secara garis besar sebagai berikut :
a.    Faktor biologis
Ada tiga asumsi yang menyangkut aspek biologis adalah salah satu faktor yang menyebabkan munculnya perilaku agresif merupakan tingkah laku insting keturunan yang kemudian terbentuk melalui proses evolusi, dikendalikan terutama oleh stimulus tertentu.  Asumsi yang ke dua, perilaku agresif merupakan respons terhadap kelainan hormon dan susunan biokimiawi tubuh.
Penggunaan obat dan perubahan hormon tubuh memang dapat menyebabkan seseorang menjadi agresif.  Asumsi ketiga, perilaku agresif terjadi karena adanya getaran-getaran elektrik yang terjadi pada sistem syaraf pusat dan mekanisme otak.
b.    Teori Psikodinamika
Perilaku agresif pada seseorang oleh insting dasar yang dimiliki oleh orang tersebut.
c.    Konsep frustrasi-Agresif
Frustrasi adalah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai suatu tujuan. Bila seseorang mengalami frustrasi, maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang lain atau yang menyebabkan frustrasi.
d.    Teori Belajar Sosial
Suatu pengalaman yang tidak menyenangkan misalnya frustrasi, stimulus yang tidak menyenangkan akan meningkatkan emosi. Sedangkan pengetahuan tentang konsekuensi dari suatu perilaku yang diperoleh melalui pengalaman atau pengamatan akan mengakibatkan motivasi.
Kauffman (dalam Ninik Sriasih, 2012 : 34) membuat generalisasi tentang konsep –konsep teori belajar sosial mengenai perilaku agresif, yang intinya sebagai berikut:
a.    Anak terbentuk menjadi agresif dengan mengamati model atau contoh. Contoh perilaku agresif yang ditiru dapat berasal dari anggota keluarga, anggota masyarakat tempat anak bersosialisasi misalnya teman, kenalan, teman sebaya, orang dewasa di masyarakat, atau tokoh yang dikenalnya lewat media massa, bacaan, koran, radio, televisi baik tokoh nyata maupun fiktif, manusia maupun bukan manusia.
b.    Contoh perilaku agresif kemungkinan besar ditiru oleh anak jika tokohnya berasal dari lingkungan sosial yang lebih tinggi dan jika anak melihat bahwa perilaku agresif ini justru memperoleh imbalan positif seperti hadiah, pujian atau tidak adanya hukuman.
c.    Anak – anak terbiasa dengan perilaku agresif jika mereka mendapat kesempatan mencoba respons agresif dan mengamati bahwa coba – coba ini tidak menimbulkan konsekuensi negatif atau bahkan menimbulkan konsekuensi positif, misalnya hadiah atau apa yang diinginkan dapat terwujud.
d.    Perilaku agresif akan muncul jika anak mencoba memperoleh stimulus yang tidak meyenangkan misalnya diserang, dihina, dimarahi dengan kata-kata kasar, kemauannya dihalangi atau  apa yang menyenangkan baginya direbut atau dikurangi.
e.    Perilaku agresif yang didorong oleh adanya penguatan eksternal berupa imbalan berupa verbal, barang, atau status sosial, penguatan diri (self reinforcement) misalnya perasaan harga diri naik, kebanggaan, kepuasan karena apa yang diinginkanya tercapai.
f.     Perilaku agresif mungkin didukung oleh proses kognitif yang mengevaluasi tindakan kekerasan, misalnya dengan membandingkan keuntungan berbagai perilaku, menuntut yang lebih tinggi, atau menimpakan kesalahan pada orang lain.
g.    Hukuman dapat meningkatkan perilaku agresif jika tidak disediakan alternatif positif secara konsisten atau tidak diberikan segera setelah terjadi perilaku agresif, atau jika jenis hukuman ini justru menjadi contoh perilaku agresif lain bagi anak.
Sedangkan menurut Koeswara (1988:  82), faktor – faktor yang menjadi pencetus perilaku agresif, secara garis besar sebagai berikut:
a.    Frustrasi
Yang dimaksud dengan frustrasi itu sendiri adalah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan. Frustrasi bisa mengarahkan individu pada perilaku agresif, karena frustrasi bagi individu merupakan situasi yang tidak menyenangkan dan dia ingin mengatasi atau menghindarinya dengan berbagi cara, termasuk car agresif. Individu akan memilih tindakan agresif sebagai reaksi atau cara untuk mengatasi frustrasi yang dialaminya apabila terdapat stimulus – stimulus yang menunjangnya ke arah tindakan agresif itu.
b.    Stres
Stres merupakan reaksi, respons, atau adaptasi psikologis terhadap stimulus eksternal atau perubahan lingkungan.
1)   Stres eksternal
Stres eksternal dapat ditimbulkan oleh perubahan-perubahan sosial memburuknya kondisi perekonomian. Hal – hal tersebut memberikan andil terhadap peningkatan kriminalitas, termasuk di dalamnya tindakan – tindakan kekerasan dan perilaku agresif.                                                                                                             
2)   Stress Internal
Stress internal menimbulkan tegangan yang secara perlahan memuncak, yang akhirnya dicoba untuk diatasi oleh individu dengan melakukan perilaku agresif. Tingkah laku yang tidak terkendali, termasuk di dalamnya perilaku agresif, adalah akibat dari kegagalan ego untuk mengadaptasi hambatan-hambatan, sekaligus sebagai upaya untuk memelihara keseimbangan intrapsikis.
c.    Deindividuasi
Deindividuasi merupakan salah satu keadaaan dimana ciri-ciri karakteristik orang tidak diketahui. Deindividuasi memperbesar kemungkinan terjadinya perilaku agresif, karena deindividuasi menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu, yakni identitas diri atau personalitas individu pelaku maupun identitas diri korban dari pelaku agresif, dan keterlibatan emosional individu pelaku agresif terhadap korbannya.
d.    Kekuasaan dan kepatuhan
Kekuasaan menjadi pencetus terjadinya perilaku agresif, karena kekuasaan seseorang atau sekelompok orang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan mengendalikan tingkah laku orang lain dan merealisasikan segenap keinginannya. Sedangkan kepatuhan menjadi pencetus terjadinya perilaku agresif, karena dalam situasi kepatuhan individu kehilangan tanggung jawab atas tindakan – tindakannya serta meletakkan tanggung jawab pada penguasa.
e.    Efek senjata
Senjata memainkan peran dalam terjadinya perilaku agresif tidak saja karena fungsinya mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan agresif, tetapi juga karena efek kehadirannya. Misalkan seseorang yang mempersepsikan kehadiran senjata sebagai benda yang berbahaya dan mengancam keselamatan dirinya, kemungkinan menghasilkan efek kecemasan dalam diri orang tersebut. Kecemasan tersebutlah  yang mendorong terjadinya perilaku agresif.
f.     Profokasi
Provokasi dapat mencetuskan perilaku agresif karena provokasi itu oleh pelaku agresif dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respons agresif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu.
g.    Alkohol
Terdapat dugaan bahwa alkohol berpengaruh mengarahkan individu kepada perilaku agresif dan tingkah laku antisosial lainya. Karena alkohol dapat melemahkan aktifitas sistem saraf pusat.
h.    Suhu udara
Suhu udara yang tinggi akan mempengaruhi naiknya kadar agresif seseorang. Contohnya saja pada musim panas terjadi lebih banyak tingkah laku agresif karena pada musim panas hari-hari lebih panjang serta individu-individu memiliki keleluasaan bertindak yang lebih besar ketimbang musim-musim lain.
Sutjihati Somantri (2006 : 43) menjelaskan bahwa ada beberapa penyebab-penyebab munculnya perilaku agresif pada anak antara lain; frustasi, keinginan untuk menarik perhatian, kebutuhan akan perlindungan karena rasa tidak aman, dan identifikasi dengan orang tua yang agresif.
3.    Jenis-jenis Perilaku Agresif
Kenneth Moyer (dalam Koeswara, 1998:6), merincikan perilaku agresif ke dalam tujuh jenis, yang intinya sebagai berikut :
a.    Perilaku agresif predatori: perilaku agresif yang dibangkitkan oleh kehadiran objek alamiah (mangsa). Perilaku agresif biasanya terdapat juga organisme species  hewan yang menjadikan hewan dari species lain sebagai mangsa.
b.    Perilaku agresif antar jantan: perilaku agresif yang secara tipikal dibangkitkan oleh kehadiran sesama jantan pada suatu species.
c.    Perilaku agresif ketakutan: perilaku agresif yang dibangkitkan oleh tertutupnya kesempatan untuk menghindar dari ancaman.
d.    Perilaku agresif tersinggung: perilaku agresif yang dibangkitkan oleh perasaan tersinggung atau kemarahan, respon menyerang muncul terhadap stimulus yang luas (tanpa memilih sasaran), baik berupa objek-objek hidup maupun objek-objek mati.
e.    Perilaku agresif pertahanan: perilaku agresif yang dilakukan oleh organisme dalam rangka mempertahankan daerah kekuasaannya dari ancaman atau gangguan anggota species-nya sendiri.
f.     Perilaku agresif maternal: perilaku agresif yang spesifik pada species atau organisme betina (induk) yang dilakukan dalam upaya melindungi anak-anaknya dari berbagai ancaman.
g.    Perilaku agresif instrumental: perilaku agresif yang dipelajari, diperkuat (reinforced), dan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Menurut Sujihati Somantri (2006:43) bahwa perilaku agresif dapat dibedakan dilihat dari bagaimana perilaku agresif tersebut terungkap, yang intinya sebagai berikut :
a.    Perilaku agresif yang bersifat fisik, berupa serangan langsung pada objek agresif.
b.    Ledakan agresif, berupa tingkah laku yang tidak terkontrol seperti tantrum.
c.    Perilaku agresif verbal, berupa dusta, marah, mengancam, dan sebagainya.
d.    Perilaku agresif tidak langsung misalnya merusak barang milik orang lain menjadi objek agresif.
Sedangkan Leonard Berkowitz (dalam Koeswara, 1998:5) mengemukakan perilaku agresif dapat dibedakan menjadi dua jenis dilihat dari definisinya, yaitu intinya sebagai berikut :
a.    Perilaku agresif instrumental, yaitu perilaku agresif yang dilakukan oleh organisme atau individu sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu.
b.    Perilaku agresif implusif, yaitu perilaku agresif yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai atau menyakiti, tanpa tujuan selain untuk menimbulkan efek kerusakan, kesakitan atau kematian pada sasaran atau korban.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis perilaku agresif meliputi perilaku agresif bersifat fisik yang berupa tindakan dengan melibatkan aktifitas fisik, misalnya memukul, menyerang, merusak, dan sebagainya. Perilaku yang bersifat verbal yaitu tindakan yang dilakukan dengan melalui perkataan, misalnya mengeluarkan kata-kata kasar atau bernada negatif, dan bahkan kata-kata yang menyudutkan atau menjatuhkan.