Kamis, 07 Mei 2015

Maaf ....tentang perjodohan itu, lupakanlah Nak!!!



Bunda selalu dukung kamu nak.
Sore itu di ruang tengah terdengar percakapan suamiku dan anak wedoknya ( putri kami yang sulung), entah mengapa tiba – tiba saja suami bisa bicara serius begitu pada putriku, tidak seperti  biasanya. Karena yang aku tahu suami selalu penuh  guyon dengan ketiga putriku,  bahkan kalau aku sedang ada  komplain dengan mereka  ketiga putriku , selalu suami yang menengahi dengan guyonan pula.  Tapi  kelihatannya tidak untuk sore itu, Kupasang baik – baik telingaku sambil aku asyik mengetik meneruskan tulisanku ( he..he..he.. padahal  aku selalu ngajarin anak – anakku  untuk tidak nguping pembicaraan orang lain , eh ini malah aku yang nguping), he..he..he...sorry keadaan lagi darurat.(kataku dalam hati, minta dimakhlumi ).
‘mbak boleh gak ayah  tanya,  mana atau siapa sih  teman spesialmu?’, tanya Ayah memulai pembicaraan dengan serius.
‘maksudnya teman spesial  ?, semua temanku yang sering main kesini adalah teman spesial Yah ?,”, jawab putri sulungku tak mengerti arah pembicaraan Ayahnya.
‘ Hemz....begini  nduk, terus terang  Ayah ingin kamu sudah mulai memikirkan masa depanmu, kamu harus mulai fokus ingat  umurmu sudah 20 tahun, harusnya sudah punya komitmen dengan seseorang kan”.
‘hah...... harus?, yang bener donk  Yah , aku kan sudah punya prinsip dan sudah kusampaikan pada  Ayah  dan bunda, bahwa aku gak mau pacaran. Kalau sewaktu – waktu aku sudah ketemu orang yang klik aku inginnya  langsung menikah “.
Untuk sesaat obrolan terhenti, sepertinya suami lagi berfikir keras atau mulai belajar mencerna isi kalimat sulungku. Rasanya aku tak sabar dengan keheningan yang sesaat itu, sampai tanpa kusadari akupun ikut menghentikan  aktivitas mengetikku dan mulai memasang telinga dengan baik. Kalau  ada Adek ( sibungsu) pasti aku sudah dibilang KEPO (aku meringis sendiri malu...).
“tapi mengenal calon dengan lebih dekat itu juga perlu loh nduk , hemz......begini nduk  karena Ayah  melihat kamu belum punya teman yang spesial makanya  Ayah  ingin mengenalkan kamu dengan anaknya om Yoyok  teman Ayah , dia baru saja  selesai pendidikannya di kepolisian . Jo khawatir orange ganteng kok tur dhuwur, masa depane wis jelas,  Ayah  juga sudah kenal orang tuanya wis jelas bebet, bobot dan bibitnya, atau sama Helmy anak om Arman yang juga sudah lulus kuliahnya dari UGM ‘. Lanjut Ayah tanpa memberi kesempatan si sulung berargurmen
Aku kenal baik dengan keluarga mas Yoyok, dia adalah teman baik suamiku di SMA dulu, aku juga kenal baik dengan mas Arman karena beliu adalah teman kuliah dan teman satu kamar dikost yang sama semasa kuliah. Bahkan kalau boleh dibilang hubungan keluarga kami dengan mas Arman sangat dekat. Setiap hari raya Idhul Fitri kami selalu bergantian  saling mengunjungi bahkan ketika anak – anak masih kecil dulu kami sering habiskan waktu liburan dengan piknik bareng, karena kebetulan profesi kami sama yaitu GURU, kalau mas Yoyok keluarga dari Kepolisian, karena hampir semua  anak laki- lakinya polisi ( he..he..he.. bukankah  kedua anak mas Yoyok laki – laki semua yah)
Untuk sesaat aku dibuat terpana dengan ucapan suami.  Yang bener aja, masa sih anak dijodohin . ini kan masalah perasaan , masalah hati masa bisa sih diatur . walaupun kami kenal baik dengan beliau – beliau tapi kalau harus menjodohkan anak – anak kami, Hadew.......pikir – pikir dulu deh.  Belum sempat aku nimbrung , aku  sudah mendengar putri sulungku menjawab dengan bijaksana permintaan  Ayahnya  yang tidak biasanya itu.
‘maaf.....Ayah , bukannya aku nolak yah tapi  sebenarnya aku masih ingin ngejar impianku, aku masih ingin bisa mandiri dan aku merasa masih banyak yang belum aku lakukan. Tolong beri aku waktu untuk berfikir tapi kalau Cuma berkenalan yah gak apa- apa sih, untuk menjalin tali silahturahmi  Ayah  dengan om yoyok dan om  Arman. Aku dengan kak Helmy  kan juga sudah kenal  bahkan kami masih suka BBM an ’, jawabnya enteng
Sepertinya suami  tidak menyiapkan materi perjodohan dengan baik, karena dengan argumen dari  putri sulungku, suami tidak bisa berkutik. Atau malah jangan – jangan dia sudah ada strategi baru untuk menaklukan hati  putri sulung kami (pikiranku mulai curiga). Akhirnya pembicaraan tentang perjodohan sore itu tidak berlanjut sampai  final. Sulungku pamit mau masuk kamar tanpa bisa Ayahnya mencegah, yang kulihat Ayahnya hanya manggut – manggut saja. ( aku diam – diam gembira  melihat suami  tak bisa melancarkan serangan balik. Xi..xi..xi.. jahatnya siistri).
Malam itu ketika kulihat suami asyik melihat acara berita di Metro TV aku mendekat. Aku ingin mengulas tentang pembicaraan dengan materi perjodohan versi Ayah pada putrinya yang kelihatannya belum final tadi sore.
‘ waw.... sepertinya ada misi yang belum selesai nih”. Aku mencoba membuka obrolan ringan sambil duduk menjejerinya. Suami menoleh memandangku sekilas yang duduk disampingnya.
‘ iya.....Bareskrim harus mengatur strategi baru untuk bisa menangkap lebih tepatnya sih menjatuhkan Novel Baswedan”, jawab suami sambil matanya kembali menatap layar TV.
“Idih....bagaimana sih Ayah, maksud hati ingin membahas acara perjodohan eh kok malah membicarakan penangkapan dan pelepasan Novel Baswedan  (gerutuku dalam hati. )
“kasihan KPK  orang – orang hebatnya satu persatu ditangkap dengan aneka tuduhan, semoga KPK tidak lumpuh karena kerja KPK terus terang telah kelihatan hasilnya  ketimbang kerja polisi sendiri yang sangat kelihatan masih tebang pilih dalam menangani kasus, malah kadang – kadang melakukan penangkapan juga sedikit ngawur ”. Ayah masih mencoba menerangkan situasi panas yang sedang terjafi di negeri tercinta ini.
‘ tenang Ayah....,  KPK tak akan lumpuh kok, dan Indonesia tak akan terpuruk  semua akan baik – baik saja, hanya memang kadang – kadang ulah wartawan saja yang bahasanya lebay dalam menyajikan berita, biasa agar pembaca atau penonton tertarik untuk mengikuti tulisannya”, jawabku diplomatis ( he..he..he... sepertinya mewakili suara hatiku, penulis memang bertugas menggiring pembaca untuk dapat menikmati tulisannya).
“ yakin sekali bun’. Jawab Ayah pendek
Aku menghela nafas panjang sebelum akhirnya kujawab pernyataan suami “ ya..... sangat yakinlah  seyakin – yakinnya mala, KPK kan didukung hampir seluruh rakyat Indonesia kecuali para koruptor tentunya, bukankah “power of the people is very great”, ah sudahlah mas (panggilan kesayanganku untuk suami) gak usah bahas negara, aku cuma mau tanya ada misi apa kok intrograsi anak gadismu sampai segitunya?”. Tanyaku memutus langsung
Suami mengernyit kaget “sepertinya bunda tadi sedang ngetik di kamar  kok dengar. nguping yah, atau sisulung sudah cerita?’, tanyanya kemudian heran.
‘yah anak – anak kan selalu terbuka sama bundanya, semua tidak ada yang disembunyikan, daripada dia cerita ke orang lain lebih baik kan cerita ke bundanya”, jawabku santai menahan senyum. ( he..he.. he.. padahal kan aku tadi nguping).
‘yah sudahlah.....beginiloh bun, aku Cuma heran saja sama putri sulung kita masa umur sudah 20 tahun kok masih betah menjomblo, penginku sih anak – anakku nanti paling lambat umur 24 tahun sudah berkeluarga, aku kira umur segitu sudah sangat pantas dan cukup dewasa”.
‘nah itu Ayah tahu, berarti umtuk anak sulung kita kan masih ada tenggang waktu 4 tahun, lalu kenapa Ayah jadi panik gitu main jodohin segala ?’, aku masih berusaha bersikap santai
‘bukan begitu bun, kemarin waktu reunian SMA aku ketemu sahabatku Yoyok, kamu kenal kan. Dia curhat untuk anak nomer duanya ini akan dicarikan jodoh, karena kemarin dia merasa kecolongan karena membiarkan anak pertamanya menikah dengan pilihannya sendiri, yang ternyata anak menantunya itu tidak berbakti sama sekali, bahkan parahnya suka mengadu domba antara dia dan anaknya. Makanya dia lalu ngajak aku untuk besanan. Bagaimana menurut bunda ?’. suamiku memandangi aku dengan penuh harapan agar akupun mengiyakan keinginannya dan keinginan sahabatnya.
Aku terdiam sesaat mencoba mencari kata yang pas, yang tidak menyakiti suami dan tidak menyinggung perasaan dan maksud baik mas Yoyok sahabat suami.
‘bagaimana bun ?, kok diam..., apa kita  jodohkan anak kita dengan anak  Arman, toh mereka sudah saling kenal dari kecil, dan pendidikan agama mereka juga bagus, Helmy saja dulu dari SD sampai SMP di pondok Gontor. Pasti kita tidak akan salah memilih menantu, dan persahabatan kita dengan Yoyok atau Arman makin sempurna kan”, suami mulai ngomporin aku lagi ketika aku terdiam cukup lama karena belum menemukan deretan kata yang tepat untuk menenangkan suami.
‘mas aku tanya , kenapa sih sepertinya kok ngebet banget pengin cari mantu, apa pengin cepet gendong cucu?’. Akhirnya Cuma kalimat itu yang keluar dari bibirku setelah aku belum juga bisa menemukan kalimat yang pas seperti  yang kuinginkan
 ‘begini loh bun, terus terang aku kepikiran dengan cerita Yoyok tentang mantunya itu loh. Aku tidak mau salah milih mantu juga, makanya aku akan seleksi pacar anak kita kalau perlu malah kita yang carikan suami buat mereka, kita bisa lihat pertama dari orang tuanya, pendidikannya, pergaulannya dan masa depannya. Karena kita telah mempersiapkan anak – anak kita dengan baik jangan sampai pasangannya nanti tidak baik. Mereka paling tidak harus bisa menjaga perasaan pasangannya, orang tua dan keluarganya dan mereka bisa kita titipi anak kita  nanti, gimana bun ? setuju kan”. Panjang lebar suami menerangkan kekhawatirannya.
Aku termangu – mangu mendengar uraian seorang Ayah yang begitu sayang (protect) pada anak gadisnya. Aku cukup dibuat terharu, tapi selanjutnya pikiran sehatku mulai bekerja.
“suamiku yang baik, terimakasih yah atas kasih sayang yang kau berikan pada keluarga kita, aku sebagai istri dan anak – anakmu pasti bangga denganmu. Tetapi lebih dari itu aku ingin memberikan pandangan juga untuk masa depan putri kita. Sungguh ....aku sedikit merasa keberatan bila kita harus terlalu ikut campur dalam urusan perjodohan ini. Aku ingin kita tidak intervensi mereka, kita  cukup hanya memberi nasehat, memberi pandangan dan contoh yang baik tentang sebuah “keluarga”, kita juga bekali ilmu agama yang cukup agar mereka  tahu tugas dan kewajiban seorang istri. Untuk  urusan JODOH biarlah mereka sedikit diberi keleluasaan untuk  bisa memilah dan memilih “. Aku akhirnya bisa menemukan kalimat yang tepat untuk berargumen
‘tenanglah mas, beberapa hari yang lalu aku sudah sempat ngobrol dengan putri sulung kita tentang calon suami yang baik untuknya, dan ternyata anak kita sudah cukup cerdas dan dewasa dalam menyikapi urusan hati. Dia ingin punya pasangan yang tidak hanya cakep dipermukaan tetapi lebih dari itu, yang utama adalah dia harus punya Value baik tentang kehidupan ataupun keagamaan. Dan untuk mas Yoyok yang ingin besanan dengan kita aku rasa usul putri kita cukup baiklah berkenalan dulu  saja  urusan nanti berjodoh atau tidak yang punya jawaban pasti hanya Tuhan, dan aku ingin perbincangan tentang perjodohan cukupilah sampai disini saja, jangan ganggu konsentrasi anakmu untuk selesaikan studynya, apalagi dia lagi punya proyek buat buku jadi mulai hari ini kita sepakat untuk selalu suport aktivitas positifnya”.  Kataku berusaha menenangkan suami.
“lagipula aku juga sudah sampaikan kok  persyaratan untuk bisa jadi calon mantuku pada ketiga putri cantikku dan mereka semua setuju”, aku masih berusaha menenangkannya
‘apa syaratnya, jangan banyak – banyak manusia tidak ada yang sempurna”, suami mulai terpancing dan mulai tenang
‘gak banyak syaratnya Cuma satu yaitu harus KAYA’. Jawabku enteng
‘hah.....gak salah ucap, kok bunda jadi matre sih”. Jawab suamiku dengan kekagetan tingkat tinggi. Aku menahan senyum dalam hatiku bersorak “kena lu”
‘ begini lo mas maksudku calon menantuku nanti harus Kaya agama (hati), kaya ilmu kalau perlu juga kaya harta (yang nomer 3 gak wajib sih). Kalau dia kaya agama parti akan dapat memanfaatkan ilmunya dan  hartanya dijalan Allah. Kalau dia kaya ilmu dia akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab, dengan ilmunya dia bisa mencari harta yang halal untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya kelak. Bayangkan kalau dia kaya harta tapi tak berilmu apalagi beragama , maka hartanya akan habis tak berguna karena tidak punya ilmu untuk menyimpan apalagi mengembangkannya, dia tak bisa memanfaatkan hartanya dengan benar bisa – bisa malah dia hidupnya akan terjerumus. Tetapi kalau dia kaya ilmu dan agama (walau tak kaya harta) dia pasti masih banyak bisa berbuat untuk berkarir dengan bagus dengan jujur dan cara yang halal itu maksudku mas”, kataku mesra sambil memberikan senyum termanisku.
‘wah bunda memang keren, baiklah bun marilah kita lupakan tentang perjodohan itu, kita suport anak – anak kita dengan aktivitas positifnya, dengan impiannya dan cita – citanya.
Akhirnya malam itu kami tutup obrolan kami dengan kesepakatan yang manis. Dan untuk ketiga putriku teruama untu sulungku  , kamu tenang – tenang saja sayang, ayah dan bunda tak akan menjodohkanmu, lanjutkan keinginanmu yang ingin mengisi masa mudamu dengan prestasi dan kegiatan positifmu’. Aku tersenyum dalam tidur malamku. Akhirnya satu lagi  kami bisa memberi contoh yang baik pada anak – anakku bagaimana berkomunikasi yang sehat dengan pasangan, tanpa harus merendahkan atau meninggikan.
Medio awal mei 2015
Catatan niniingsuratiniingsih